Jenderal besar TNI Dr. AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI”

1459

Setelah lulus diangkat sebagai pembantu Letnan KNIL dari beberapa lulusan CORO diikutkan untuk mengikuti seleksi pendidikan KMA (KNIL Millitary Academy) bersama Aminin, R Kartakusuma, Mantiri, Lim King Ien, Lim Kay Hoen, AE Kawilarang, Askari, Sam Sudarya dan W. Tan. Belum selesai pendidikan, tiba tiba Jepang menyerbu Indonesia, sehingga Pak Nas ditugaskan untuk menghampat lajunya pasukan Jepang di daerah Surabaya.

Latar belakang asal usul, pendidikan, dan pergaulan dengan tokoh-tokoh Pejuang Indoneia membentuk karakter Pak Nas sebagai Pejuang sejati. Walau pada saat persiapan kemerdekaan beliau belum bergabung pada Pejuang Kemerdekaan. Namun, setelah Indonesia merdeka melalui Barisan Pelopor, BKR , TKR dan TNI. Pak Nas menjadi salah satu pelaku, saksi, dan pembuat sejarah perjalanan NKRI. Berikut rangkaian sejarah peristiwa yang diukir oleh Pak Nas.

1. Dimulai saat Pak Nas diangkat sebagai Wakil Panglima Divisi Priangan TKR yang kemudian diangkat sebagai Panglima Divisi Siliwang tahun 1946 yang saat itu wilayahnya meliputi Jawa Barat termasuk Jakarta dan Banten, yang saat itu harus menghadapi Tentara Sekutu yang diboncengi oleh Tentara Nica yang ingin mengambil alih wilayah Bandung (yang dulunya menjadi pusat KNIL Belanda); para anak buah Pak Nas pasukan Siliwangi sanggup menghambat gerak laju pasukan Sekutu dari Jakarta ke Bandung dan mempertahankan wilayah Jawa barat dari aneksasi pasukan Sekutu.

Namun, pemerintah melalui perundingan diplomasi menyetujui garis demarkasi Van Mook yang menyerahkan wilayah Bandung Utara kepada Sekutu. Rakyat dan TKR tidak menyetujui hasil perundingan pemerintah maka terjadilah peristiwa Bandung Lautan Api. Rakyat dan tentara membakar sediri rumah dan markasnya, Bandung Utara merah oleh api yang menyala, rakyat dan tentara mengungsi ke wilayah Bandung Selatan.

Setelah peristiwa Bandung Lautan Api, pak Nas dijadikan target oleh pasukan Sekutu dan Belanda sebagai orang yang dicari nomor satu dan dinyatakan sebagai “Penjahat Perang”. Sambil menghindar, bersembunyi menghindari pencarian oleh pasukan Sekutu, beliau tetap memimpin pasukan Siliwangi.

Belum sempat menarik napas di pengungsian, tiba-tiba Belanda melakukan Agresi Militer yang pertama tanggal 27 juli 1947. Menghadapi Agresi militer l Belanda yang mengerahkan kekuatan militefnya, Divisi Siliwangi kalah karena kalah persenjataan dan logistik. Namun pasukan Siliwangi tidak menyerah, pasukan Siliwangi melakukan konsolidasi untuk melaksanakan perintah Panglima Besar Jenderal Sudirman, “Pertahankan wilayah dan pekaranganmu sampai titik darah penghabisan.”

Dengan taktik gerilya wehrkreise, pasukan Siliwangi membuat kantong-kantong gerilya untuk melakukan pertahanan dan sewaktu waktu periawanan. Sehingga, pasukan Siliwangi masih mampu mempertahankan wilayah pedalaman. Sedangkan, pasukan Belanda hanya mampu menguasai wilayah kota besar saja.

Menghadapi hambatan pertahanan dari pasukan Siliwangi, pemerintah Belanda melakukan perjanjian‘ Renvile, yang mengharuskan pasukan Siliwangi harus Hijrah ke wilayah Republik meninggalkan wilayah Jawa Barat. Perjanjian Renvile menyebabkan Letjen Urip Sumoharjo (salah satu guru Pak Nas) mengundurkan diri karena merasa pemerintah kurang menghargai keberhasilan perjuangan militer pasukan Siliwangi yang telah sanggup untuk mempertahankan wulayah Jawa Barat di wilayah Kecamatan dan desa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here