Jangan Sia-Siakan! Ini 7 Keistimewaan Bulan Muharram

1419

5. Disunnahkan Puasa Tasua untuk Berbeda dengan Yahudi

Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa tanggal 9 Muharram untuk membedakan diri dengan orang Yahudi yang hanya melaksanakan puasa tanggal 10 Muharram.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: pada saat Rasulullah Saw. melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”.

Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw. meninggal sebelum sampai tahun berikutnya.” (HR Muslim 1134).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR Ath-Thahawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095).

6. Puasa Sunnah tanggal 11 Muharram

Sebagian ulama berpendapat, dianjurkan melaksanakan puasa tanggal 11 Muharram, setelah puasa Asyura’. “Puasalah hari Asyura’ dan jangan sama dengan model orang Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad, Al Bazzar).

Hadis ini dihasankan oleh Syaikh Ahmad Syakir. Hadis ini juga dikuatkan hadis lain, yang diriwayatkan AlBaihaqi dalam Sunan Al-Kubra dengan lafadz: “Puasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.”

Sementara Imam Ahmad mengatakan, “Jika awal bulan Muharram tidak jelas maka sebaiknya puasa tiga hari: (tanggal 9, 10, dan 11 Muharram), Ibnu Sirrin menjelaskan demikian. Beliau mempraktekkan hal itu agar lebih yakin untuk mendapatkan puasa tanggal 9 dan 10.”

7. Meluaskan Belanja pada Hari Asyura

Dari hadits Abi Said Al Khudhri Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ”Siapa yang meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan meluaskan atasnya belanja selama setahun.”

Oleh sebagian ulama hadits, hadits ini dilemahkan, namun sebagian lainnya mengatakan hadits ini shahih, lalu sebagian lainnya mengatakan hasan. Menurut Imam An-Nawawi hal ini adalah amal yang dasar hukumnya lemah.

Yang menshahihkan di antaranya adalah Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu Nashiruddin. As Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa karena begitu banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini menjadi hasan bahkan menjadi shahih. (Vina)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here