Isu Terminologi Menurut Imam Shamsi Ali

675

Terminologi Islam 

Dalam perjalanan sejarah umat juga tumbuh beberapa terminologi yang sering dianggap terminologi Islam. Padahal biasanya terminologi itu timbul karena sebuah atau beberapa kasus keadaan sejarah masa lalu.

Ada beberapa istilah itu yang kiranya tidaklah salah jika kita lihat kembali. Toh istilah-istilah itu bukan dari Al-Quran, juga bukan dari hadits. Kalau sekiranya dari Al-Quran seperti kata “kafir, fasiq dan munafiq” tentu sami’na wa atho’na. Atau dari hadits misalnya “dzimmi” juga sami’na wa atho’na.

Ada beberapa istilah yang kiranya perlu dilihat kembali apakah kiranya masih sesuai untuk dipergunakan? Atau seharusnya sudah masanya digantikan dengan terminologi lain? Di antara kata itu adalah kata “peperangan” idiologi dan darul harbi.

Pertama, Darul-harbi. Darul harbi diambil dari sebuah situasi untuk membedakan mana negara-negara yang berdamai dengan negara Islam dan mana yang sedang memerangi dunia Islam.

Jelas bahwa terminologi ini timbul karena adanya keterlibatan peperangan. Sebuah negara dilabeli dengan “al-harb” atau perang karena memang memerangi negara Islam.

Lawan kata dari “Darul-harb” adalah “Darus-salaam” atau negara damai. Artinya negara yang tidak dalam situasi perang dengan negara Islam.

Masalahnya di kemudian hari adalah pelabelan ini berubah konotasi atau makna. Kalau dulu perang dan damai menjadi kriteria pelabelan. Kini pelabelan itu bukan lagi pada “perangnya. Melainkan Islam vs non Islam.

Akibatnya Darus-salam berarti negara Islam. Sementara Darul-harbi berarti negara non Islam.

Akibat yang kemudian timbul adalah seolah semua negara non Muslim itu masuk dalam kategori “negara perang”. Maknanya negara non Muslim itu sedang dalam situasi memerangi negara Islam.

Dilemanya sebuah kata dapat mempengaruhi perilaku manusia. Maka negara non Muslim yang dilabel negara perang boleh jadi melahirkan berbagai kecurigaan, kekhawatiran bahkan kebencian.

Kedua, peperangan ideologi. Pengistilahan ini dengan sendirinya melahirkan konotasi yang negatif. Kata perang sudah pasti melahirkan sikap yang kurang positif kepada orang lain. Bahkan boleh jadi melahirkan “kekhawatiran” dan “ketakutan” (phobia), bahkan permusuhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here