Integritas Politik Buya HAMKA

2500
Buya Hamka (Foto: satuindo)

Oleh: Lukman Hakiem (Peminat Sejarah)

HAJI ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (BUYA HAMKA, 1908-1981) adalah seorang ulama, seorang sastrawan, seorang jurnalis, dan seorang cendekiawan. Sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI, 1975-1981), tidak syak lagi, Buya HAMKA adalah seorang ulama. Bahkan pemimpin para ulama.

Sebagai seorang penulis banyak buku novel, Buya HAMKA adalah seorang sastrawan. Sebagai orang yang sejak usia muda hingga akhir hayatnya berkecimpung dan memimpin media massa, Buya HAMKA adalah seorang jurnalis. Sebagai seorang Professor-Doktor dengan begitu banyak menulis buku, Buya HAMKA adalah sejatinya cendekiawan.

Tulisan dan ceramah Buya  HAMKA, sama kualitasnya. Sama-sama disampaikan dengan bahasa yang lembut dan bijaksana, tetapi tidak pernah terlepas dari hakikat yang ingin dia ajak berdialog, yaitu hal-hal paling mendasar dari eksistensi kemanusiaan kita: akidah dan akhlak.

Bahasa boleh lembut, halus, dan bijaksana; akan tetapi jika telah tiba pada masalah yang prinsipal, Buya  HAMKA datang dengan sikapnya yang tegas. Dalam polemik mengenai penghapusan libur sekolah selama di bulan Ramadhan, sesudah berbagai usahanya meyakinkan pemerintah, mulai dari menteri sampai presiden, untuk membatalkan keputusan tersebut mengalami jalan buntu; dalam khutbah Jum’at di Masjid Agung Al-Azhar pada 27 April 1979, Buya  HAMKA menyerukan umat untuk melaksanakan qunut nazilah. Buya HAMKA berpendapat, keputusan pemerintah menghapus libur sekolah di bulan Ramadhan adalah cobaan dan ujian bagi umat Islam. Di saat-saat seperti itu, Buya  HAMKA meminta umat Islam supaya membaca qunut nazilah.

Qunut nazilah bukanlah doa yang dibaca setiap hari. Qunut nazilah adalah doa yang dibaca pada saat-saat kritis. Dengan menyerukan kaum Muslim agar membaca qunut nazilah, Buya  HAMKA sedang memberitahu pemerintah yang berkuasa bahwa sesungguhnya keadaan sudah sangat serius.

Latar belakang pengunduran diri Buya  HAMKA dari jabatan Ketua Umum MUI lantaran didesak Menteri Agama Alamsjah Ratuperwiranegara untuk mencabut Fatwa MUI tentang Perayaan Natal Bersama; adalah cerita abadi ketegaran sikap Buya  HAMKA.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here