Indonesia Akuisisi PT Freeport, Jokowi Buktikan Bukan Antek Asing

794
Presiden Jokowi dan Presiden Vladimir Putin (Foto: Medcom)

Makassar, Muslim Obsession – PT Freeport Indonesia kini resmi sudah kembali ke pangkuan ibu pertiwi, hal ini juga membuktikan bahwa dirinya bukan antek asing.

Upaya divestasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kini telah membuahkan hasil, dengan ditandatanganinya dokumen dan pelunasan transaksi. Indonesia kini resmi menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia.

Jokowi mengaku pemerintahan sebelumnya tak bertindak apa-apa kala kepemilikan saham di tubuh Freeport hanya 9,36 persen, padahal perusahaan asal Amerika Serikat itu sudah beroperasi di Papua sejak 1973.

“Baru kemarin sore Freeport di Papua, yang telah dikelola oleh oleh Freeport-McMoran Inc setelah 40 tahun, kemarin sudah kami selesaikan dan kami mendapatkan mayoritas 51 persen. Seperti ini masih diisukan antek asing, coba kalau antek asing, antek asingnya yang mana?” ujar Jokowi di Celebes Convention Center, Sabtu (22/12/2018).

Tak hanya soal Freeport, ia juga menjabarkan upaya lain yang sudah dilakukannya demi meluruskan isu bahwa dirinya bukanlah antek asing. Yang pertama adalah pengambilalihan pengelolaan Blok Mahakam dari perusahaan asal Perancis, Total E&P Indonesia oleh PT Pertamina (Persero) mulai 1 Januari 2018 silam.

Di samping itu, ia juga menyebut pengelolaan Blok Rokan juga 100 persen jatuh ke tangan Pertamina setelah sekian lama dikelola oleh perusahaan asal Amerika Serikat (AS) PT Chevron Pacific Indonesia. Blok Rokan sendiri akan dikelola Pertamina mulai 2021 mendatang.

“Hal seperti ini (antek asing) harus diluruskan, kalau tidak jadi isu yang kemana-mana,” ujarnya.

Pada Desember ini, Inalum berhasil menyelesaikan transaksi pembelian 51,23 persen saham Freeport dengan nilai US$3,85 miliar atau Rp56 triliun. Hal itu kemudian dilengkapi dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang menjamin operasional Freeport dari hingga 2041 mendatang.

Namun sebagai gantinya, pemerintah meminta Freeport untuk membangun smelter dalam jangka lima tahun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang lebih tinggi dibandingkan rezim Kontrak Karya (KK). (Bal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here