Hukum-Hukum dalam Berpuasa

691

Dalam fikih Madzhab al-Imam al-Syafi’i, puasa wajib ada enam macam. Diantaranya Puasa Ramadlan, Puasa Qadla’, Puasa Kaffarat, seperti kaffarat dzihar, kaffarat pembunuhan, atau kaffarat jimak (persetubuhan) siang hari pada bulan Ramadlan.

Puasa pada haji dan umrah sebagai ganti dari penyembelihan dalam fidyah. Puasa dalam kaitannya dengan shalat minta hujan (al-istisqa’) apabila ada perintah dari pemerintah (al-hakim). Dan Puasa nadzar.

Sementara puasa yang hukumnya sunnah terbagi tiga. Pertama puasa yang datangnya berulang sebab berulangnya tahun, seperti puasa hari Arafah, yaitu puasa bagi selain orang yang berhaji.

Puasa tanggal 9 (tasua’) dan tanggal 10 (‘asyura’) , dan tanggal 11 dari Bulan Muharram, yaitu puasa sunnah untuk mengingat peristiwa bersejarah saat Allah SWT menyelamatkan nabi-Nya, Musa AS, dari kejaran Fir’ aun dan bala tentaranya.

Puasa enam hari dari bulan Syawwal, yang utamanya dikerjakan beriringan setelah usainya puasa Ramadlan, yakni secara langsung setelah hari raya Idul Fitri (tanggal 1 Syawwal) yang diharamkan untuk berpuasa.

Dan yang kedua, puasa yang berulang karena berulangnya bulan, seperti puasa ayyaam al-bidl, yaitu puasa setiap tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan dalam kalender Hijriah. Disebut “ayyaam al-biidl” karena malam hari yang terang benderang pada beberapa tanggal tersebut yang disebabkan oleh adanya kesempurnaan bulan purnama.

Puasa ayyaam al-suud, yaitu puasa pada tanggal 28, 29, dan 30 setiap bulan dalam kalender Hijriah. Puasa ini dinamai “ayyam al-suud” karena kegelapan malam-malam pada tanggal-tanggal tersebut.

Ketiga, puasa yang berulang karena berulangnya setiap tujuh hari, seperti puasa sunnah pada hari Senin dan hari Kamis. Puasa sunnah yang paling utama adalah puasa sehari dan tidak puasa sehari. Ini adalah puasa yang biasa dilakukan oleh Nabi Daud AS. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here