Gus Baha: Logika Kenabian

1165
Gus Baha. (Foto: Santri Gayeng)

Jakarta, Muslim Obsession – Ada yang menarik dari apa kerap disampaikan oleh ulama ahli tafsir KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam setiap ceramahnya, yakni tentang logika kenabian atau logika Nubuwwah. Secara sederhana logika kenabian adalah cara berpikir seorang Nabi yang sangat jauh berbeda dengan orang pada umumnya.

Cara berpikir Nabi kerap mengemuka dalam setiap ceramah Gus Baha, dimana Nabi punya cara berpikir yang khas dalam menghadapi sebuah masalah, sehingga siapa pun orangnya jika tidak betul-betul memahami akan bertolak belakang dengan hasrat dan pemikirannya. Mengapa logika Kenabian itu penting dipahami?

Tentu yang utama adalah karena Nabi adalah utusan Allah SWT dan manusia pilihan, segala tindak tanduknya atas petunjuk dan persetujan Allah, sehingga sikap dan prilaku Nabi harus bisa menjadi contoh dan suritauladan yang baik bagi umatnya. Nabi meletakan dasar-dasar cara berperilaku yang baik sebagai manusia.

Logika kenabian yang disampaikan Gus Baha memang bukan menjadi tema utuh dalam setiap ceramahnya. Ia hanya sering memberikan contoh tentang cara berpikir Nabi, dimana sahabat dan orang-orang kafir tidak pernah menang jika harus berargumen dengan Nabi.

Kata Gus Baha, logika kenabian ini sebenarnya banyak tertuang dalam Al-Quran dan hadits. Selain itu logika kenabian juga bisa dipelajari dari para ulama yang mengikuti cara berpikir Rasulullah. Semua orang bisa mengikuti logika kenabian asalkan kata Gus Baha, hati dan pikirannya bersih.

Misalnya, logika kenabian yang disampaikan Gus Baha tentang sikap Nabi Saw kepada orang Ansor. Sejarah menyatakan bahwa, saat Nabi diusir dari Makkah dalam kondisi tidak punya harta apa-apa, kaum Ansor adalah orang pertama membantu Nabi dan para sahabat, semua harta dan kekayaan milik kaum Ansor diberikan seutuhnya untuk perjuang dakwah Nabi di Madinah sebagai kota hijrah.

Kaum Ansor dikenal sebagai orang selalu membantu perjuangan Nabi Saw di saat Nabi dalam kondisi sulit. Namun saat Nabi berhasil membebaskan atau menguasai kota Madinah dan Makkah. Kaum Ansor justru tidak pernah diberikan apa-apa oleh Nabi. Sumber-sumber kekayaan justru diberikan kepada orang yang tidak pernah membantu Nabi.

“Kalau umumnya cara berpikir masyarakat kita ini siapa yang membantu dan perjuang bersama, mereka itu yang mendapat jatah. Jadi mestinyakan, ketika Makkah dan Madinah dikuasai Nabi, kaum Ansor ini adalah orang yang lebih berhak dapat jatah jabatan dan kekayaan. Karena Ansor ini orang yang dari awal membantu perjuangan Nabi. Tapi ini justru cara berpikirnya Nabi kebalik. Kaum Ansor malah tidak diberikan apa-apa,” kata Gus Baha.

Suatu saat dalam ceritanya ada salah seorang kaum Ansor yang menggerutu. “Kenapa kita yang dari awal bantu Nabi, malah tidak dikasih apa-apa?” Sentilan itu kemudian sampai ke telinga Nabi. Sampai akhirnya Nabi kemudian mengumpulkan kaum Ansor dan berkata: “Apa Nabimu tidak cukup puas membuat kamu bahagia sehingga engkau menginginkan yang lain, wahai kaum Ansor,” kata Nabi.

“Derajatmu itu lebih tinggi sebagai orang pemberi daripada seorang yang peminta-minta, apa dengan ini kalian punya hati pamrih membantu Nabimu? Teruslah menjadi seorang pemberi sampai akhir hidupmu, drajatmu akan tetap tinggi. Karena Allah dan Nabi-nya ridho bersama kalian,” tutur Gus Baha menceritakan dialog Nabi dan Kaum Ansor.

Kata Gus Baha, Nabi memandang kaum Ansor sebagai orang yang imannya kuat, ketika dia ikut meminta jatah dari Nabi,k berarti menandakan mereka tidak pamrih membantu Nabi. Drajatnya sama dengan yang meminta-minta. Padahal Ansor dikenal sebagai orang dermawan bukan orang yang peminta-minta. “Nabi ingin mengajari bahwa amal atau memberi itu harus orentasinya ukhrowi bukan duniawai,” jelasnya.

“Ketika Nabi mengatakan kepada kaum Ansor, kalian tidak aku beri jabatan, tidak aku beri unta, tidak aku beri emas, tidak aku beri gandum dan kekayaan. “Tapi kalian akan pulang membawa cintaku.” Disitu kaum Ansor menangis dan berkata. “Sudah Nabi! Dunia dan isinya engkau kasihkan semua kepada penduduk Makkah, kami tidak butuh apa-apa kami hanya butuh cintamu yang abadi,” kata kaum Ansor yang kemudian pulang dengan hati gembira.

“Jadi itu logika kenabian, kalau cara berpikir LSM dan partai politik jelas tidak masuk penginnya dapat jabatan dan proyek yang banyak. Tapi Nabi sengaja memberikan materi dan kekayaan kepada penduduk Makkah yang imannya masih lemah agar mereka mau secara perlahan masuk Islam. Sedangkan kaum Ansor adalah orang yang imannya kuat, tidak bisa ditaklukan dengan materi dan jabatan,” kata Gus Baha.

Selain kisah kaum Ansor, kemudian ada lagi cerita logika kenabian yang disampaikan Gus Baha, tentang bagaimana Nabi menyikapi kehidupan dan kematian. Dalam salah satu pengajiannya, Gus Baha mengisahkan bahwa Nabi Saw pernah ditanya oleh sahabat:

“Ya Rasulullah mengapa engkau tidak menyiapkan makanan untuk besok?”

“Bagaimana saya membayangkan makanan untuk besok. Saya saja tak tahu apakah besok masih hidup apa tidak,” jawab Nabi.

Cara berpikir Nabi seperti ini sulit dipahami oleh orang yang memiliki pikiran bahwa hidupnya masih lama sehingga merasa perlu punya banyak uang, perlu punya kendaraan, perlu punya rumah mewah dan seterusnya. Secara tidak sadar, orang yang merasa hidupnya panjang menjadi lebih rumit. Tidak seperti Nabi memandang kehidupan.

Misalnya kata Gus Baha, suatu ketika Nabi bertanya, “Ya Aisyah, apakah ada makanan pagi ini?”

“Tidak ada wahai Nabi,” jawab Aisyah halus.

“Ya sudah kalau begitu hari ini saya puasa,” Begitu cara Nabi merespon dengan santai.

Dua kisah ini memberikan gambaran selain hati yang harus beriman. Logika manusia juga harus beriman. Logika orang beriman adalah logika orang yang selalu mengharap ridha Allah dalam setiap detik yang dilewatinya. Bukan ridha orang lain.

Dalam kesempatan lain, Gus Baha juga menceritakan tentang logika kenabian dalam menghadapi kematian sebagaimana yang dipraktikkan oleh Sahabat Bilal. Bilal ketika mau meninggal, anak-anaknya menangis. Beliau pun bertanya:

“Mengapa kalian menangis?”

“Kami sedih karena bapak mau meninggal,” jawab anak-anak Bilal.

“Loh saya malah bahagia mau meninggal karena mau bertemu Rasulullah. Jadi mengapa kamu bersedih karena kebahagiaanku?”

Demikianlah logika kenabian yang sering disampaaikan Gus Baha dalam setiap ceramahnya. Saya melihat Gus Baha adalah salah satu ulama yang selalu menerapkan cara berpikir Nabi kepada para santrinya. Dengan keluasan ilmu yang dimiliki, Gus Baha tampak selalu bisa memecahkan persoalan dengan cara padang keislaman, dimana Nabi Muhammad Saw sebagai suritauladannya. (Albar)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here