Golok

3395

“Eling Kang… eling… inget… inget!” Mastunah masih menangis dan terisak sambil menahan lengan kanan suaminya yang tak mau lepas dari goloknya. Badan Haji Mi’an seperti menjelma magnet dan golok itu menempel erat pada tangannya. Susah benar Mastunah melepaskannya.

Mastunah lalu menahan langkah suaminya, tapi Haji Mi’an tak peduli, bahkan dia sampai menyeret badan Mastunah yang menggelayut di kaki kirinya. Tak peduli Mastunah masih meraung-menangis pilu. Dan Haji Mi’an sudah ada di depan rumah Haji Manaf.

Haji Mi’an melemparkan Mastunah begitu mudahnya dengan cara kasar. Orang-orang tak ada yang berani mencegah. Mereka masih sembunyi sambil harap-harap cemas menyaksikan babak dalam kehidupan paling mengerikan. Bakal ada satu korban tambahan lagi kali ini. Bisa dipastikan, tahun depan, tugas peneyembelih kurban akan beralih pada orang lain.

Anehnya, Haji Manaf tidak terganggu dengan suara berisik Mastunah. Dia terus tertidur pulas dengan mengenakan sarung dan kaus dalam putih. Seakan dia sudah tiga malam tak tidur-tidur.

Dan bagi Haji Mi’an itu adalah sasaran empuk. Maka tidak bayak bicara lagi, Haji Mi’an segera mengayunkan goloknya, dan mengarahkan golok itu tepat di leher Haji Manaf, sambil menggumamkan doa yang berakhir; Manaf bin Mahmudian, Allahu Akbar!

Darah segar pun muncrat mengotori baju putih Haji Manaf.

Sedetik kemudian, Haji Manaf tergagap bangun, seperti orang yang baru tenggelam di kali Ciujung.

(Selesai)


Ahmad Wayang, pegiat literasi, relawan Rumah Dunia dan anggota FLP Banten. Buku yang sudah terbit, Cinta Jangan Marah (2018), Siti dan Cerita Cinta Lainnya (2013).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here