Diaspora Indonesia: Peluang dan Tantangannya

718

Perlu berbenah diri

Kendati dengan kehebatan-kehebatan di atas untuk memainkan peranan pentingnya di luar negeri, diaspora Indonesia perlu bahkan harus berbenah diri. Ada beberapa kekurangan yang perlu dibenahi oleh mereka.

Kekurangan ini dalam pandangan saya bukan karakteristik dasar bangsa ini. Tapi justeru terpengaruh oleh berbagai aspek luar, dan juga mindset yang berkembang atau dikembangkan selama ini.

Lembut dalam karakter misalnya kerap dipersepsikan sebagai kelemahan. Lembut sering diartikan sebagai kelemahan dalam menunjukkan kapasitas dan kemampuan di hadapan orang lain.

Biasanya justifikasi yang dipakai adalah karakter positif lain. Yaitu kesantunan. Kekhawatiran dianggap tidak santun menjadikan warga Indonesia kerap kali tidak mau atau ragù tampil dengan kapasitasnya.

Tanpa tendensi memburukkan, tapi sebagai “self introspection” sekaligus “self correction” berikut saya sampaikan beberapa kekurangan warga Indonesia di luar negeri (diaspora) yang perlu dibenahi.

Pertama, terkadang tidak menempatkan karakter keindonesiaan yang positif itu secara proporsional. Seperti contoh yang saya sebutkan di atas, seringkali karakter-karakter positif disikapi secara negatif. Lemah lembut disikapi sebagai kelemahan.

Kesopanan dan kesantunan karakter bangsa seringkali juga berubah menjadi “rasa malu” bahkan takut menampilkan diri di hadapan orang lain. Biasanya sadar bahwa dia mampu. Hanya saja karena khawatir tidak dianggap sopan atau santun maka dia tidak mau tampil untuk menampilkan potensi atau kelebihan yang dimilikinya.

Kedua, diakui atau tidak, disadari atau tidak, bangsa Indonesia sedang mengalami penyakit “minder” yang cukup kronis. Hal ini juga cukup berdampak kepada mentalitas diaspora (warga Indonesia di luar negeri).

Penyakit minder (inferiority complex) itu adalah sebuah fenomena kejiwaan yang merasa tidak mampu, lemah bahkan kalah. Penyakit ini dengan sendirinya mengantar kepada sikap apatis dan frustrasi.

Maka untuk diaspora bisa memainkan peranannya diperlukan segera untuk membenahi penyakit inferioritàs ini. Bangsa ini penting untuk membangun “self confidence”. Harus membangun kesadaran penuh jika pada mereka ada kapabilitas dan potensi besar untuk melakukan hal-hal besar di dunia.

Ketiga, diaspora Indonesia juga seringkali mengalami penyakit “don’t care” (tidak peduli). Mereka tahu bahwa mereka punya tanggung jawab besar dalam banyak hal. Tapi tanggung jawab itu tidak terpedulikan.

Entah apa penyebab karakter negatif ini. Barangkali karena memang sudah menjadi bagian dari sikap apatis panjang akibat banyaknya harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Sehingga merasa bahwa melakukan sesuatu juga tidak akan menghasilkan apa-apa.

Keempat, seringkali diaspora Indonesia di luar negeri kurang peduli lingkungan sekitarnya. Ketidak pedulian ini biasa terbangun karena memang kurang faham tentang lingkungan di mana mereka sedang tinggal.

Akibatnya sering warga Indonesia di luar negeri ketinggalan kendaraan untuk menangkap peluang-peluang yang tersedia. Apakah itu peluang ekonom, pendidikan maupun peluang-peluang politik yang tersedia di negara mereka menetap.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here