Diarsiteki Non-Muslim, Masjid Istiqlal Dikagumi Raja Salman

3762
Masjid Istiqlal Indonesia
Masjid Istiqlal dapat menampung sekitar 200 ribu jamaah.

Diwarnai Perdebatan

Perdebatan antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Bung Hatta sempat mewarnai pembangunan Masjid Istiqlal. Keduanya berdebat soal lokasi dibangunnya masjid. Soekarno mengusulkan bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran.

Sementara Bung Hatta mengusulkan lokasi di sekitar Jalan Thamrin yang saat itu dikelilingi kampung. Bung Hatta menolak pembangunan di lahan bekas benteng Belanda karena menurutnya untuk melakukan pembongkaran lahan tersebut akan membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Akhirnya, usulan Soekarno yang ditetapkan menjadi lokasi pembangunan masjid. Soekarno beralasan, keberadaan masjid nantinya dapat memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia. Kini kita ketahui bersama di seberang Masjid Istiqlal juga berdiri Gereja Kathedral.

Sebagai indformasi, pada tahun 1950 hingga akhir tahun 1960-an Taman Wilhelmina di depan Lapangan Banteng dikenal sepi, gelap, kotor dan tak terurus. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik di taman dipenuhi lumut dan rumput ilalang. Hingga akhirnya tahun 1960 ribuan orang yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat biasa, pegawai negeri, swasta, alim ulama dan ABRI bekerja bakti membersihkan taman yang tidak terurus bekas benteng penjajah itu.

 

Pembangunan Masjid Istiqlal Sempat Tersendat

Seiring dengan iklim politik dalam negeri yang cukup memanas, proyek ambisius itu sempat tersendat pembangunannya, karena berbarengan dengan pembangunan monumen lain seperti Gelora Senayan, Monumen Nasional, dan berbagai proyek mercusuar lainnya.

Hingga pertengahan tahun ’60-an proyek Masjid Istiqlal terganggu penyelesaiannya. Puncaknya ketika meletus peristiwa G 30 S/PKI tahun 65-66, pembangunan Masjid Istiqlal bahkan terhenti sama sekali.

Barulah ketika Himpunan Seniman Budayawan Islam memperingati miladnya yang ke-20, sejumlah tokoh, ulama dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan pembangunan Masjid Istiqlal.

Dipelopori oleh Menteri Agama KH. M. Dahlan upaya penggalangan dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Presiden Soekarno, yang pamornya di mata masyarakat mulai luntur, kedudukannya dalam kepengurusan diganti oleh KH. Idham Chalied yang bertindak sebagai koordinator panitia nasional Masjid Istiqlal yang baru. Lewat kepengurusan yang baru, masjid dengan arsitektur bergaya modern itu selesai juga pembangunannya.

Semula pembangunan masjid direncanakan akan memakan waktu selama 45 tahun namun dalam pelaksanaannya ternyata jauh lebih cepat. Bangunan utama dapat selesai dalam waktu 6 tahun tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1967 sudah dapat digunakan yang ditandai dengan berkumandangnya adzan Maghrib yang pertama.

Secara keseluruhan pembangunan masjid Istiqlal diselesaikan dalam kurun waktu 17 tahun. Peresmiannya dilakukan oleh presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978. Kurun waktu pembangunannya telah melewati dua periode masa kepemimpinan yaitu Orde Lama dan Orde Baru.

Pendanaan pembangunan masjid ini pada masa Orde Lama direalisasikan melalui proyek Mandataris sementara pada masa Orde Baru menjadi bagian dari Proyek RePelita (Rencana Pembagunan Lima Tahun). Kini masjid Istiqlal berdiri megah di Ibukota Jakarta dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia. (Iqbal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here