Cina Tergiur Bisnis Makanan Halal

1183
Sertifikat qingzhen yang dikeluarkan oleh Asosiasi Islam Cina (Photo: McGill)

Cina, Muslim Obsession – Keamanan pangan selalu bermasalah di China. Terutama, sejak tahun 2008, ketika terjadi skandal produk susu. Dimana sekitar 300.000 bayi sakit akibat susu yang terkontaminasi mengandung melamin.

Tuntutan masyarakat telah mendorong industri makanan untuk menerapkan pengawasan lebih lanjut. Pelaporan pelanggaran keamanan pangan telah meroket dalam beberapa tahun terakhir, sehingga membuat banyak orang mencari pilihan makanan yang lebih aman dengan impor atau alternatif lokal.

Di China, produk halal disebut ”qingzhen” yang berarti “murni dan benar.” Karena tidak ada organisasi nasional yang secara resmi mengesahkan makanan halal. Juga, karena judul “halal” melambangkan bahwa makanan tertentu disiapkan sesuai dengan tradisi Muslim. Proses sertifikasi pun berada di bawah organisasi Islam setempat seperti Asosiasi Islam China.

Didorong oleh tingginya permintaan akan makanan halal, sektor ini berkembang pesat, meningkat 6,4% per tahun. Sektor halal memang memberikan alternatif yang dapat dipercaya untuk produk makanan rumah tangga, namun hal itu masih kontroversial di Cina.

McGill melaporkan pada Senin (26/2/2018), bisnis makanan halal telah menciptakan dilema kebijakan untuk Partai Komunis China (CCP). Pertama, bisnis halal diakui membantu perekonomian. Kedua, apakah mereka akan tetap berpegang pada nilai-nilai sosialis atheis.

Meski demikian, dilema ini hanya dipersulit oleh retorika Islamophobia yang berkembang di media sosial oleh orang-orang Cina Han. Mereka diduga sangat tidak senang dengan lanskap budaya dan ekonomi China yang berubah-ubah.

Di sisi lain, pertumbuhan sektor halal secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya pengaruh Muslim di provinsi Gansu Utara. Di mana populasi etnis mayoritasnya adalah kelompok minoritas muslim Hui.

Perbedaan yang paling menonjol dari budaya Hui ini, berasal dari praktik kuliner yang islami. Bisnis halal sudah dimulai dan dijalankan oleh minoritas Hui. Mereka menggabungkan praktik keagamaan ke dalam persiapan dan pemasaran makanan di bawah sertifikasi qingzhen.

Untuk mendapatkan sertifikasi, ada sejumlah ritual keagamaan yang harus dilaksanakan sesuai ajaran Al-Quran. Perbedaan inilah yang menyebabkan sertifikasi halal di Negara Tirai Bambu itu tidak sembarangan.

Jika non-Muslim ingin mengajukan sertifikasi, mereka harus mengikuti semua panduan Al-Quran yang dirinci oleh Asosiasi Islam di China. Karena beberapa orang percaya, simbol halal mewakili pilihan makanan yang lebih aman.

Banyak industri makanan non-Muslim ingin meningkatkan daya saing mereka dan menarik lebih banyak konsumen dengan memperoleh sertifikasi halal. Terlepas dari pemilik bisnis itu beragama Islam atau tidak, sektor halal telah muncul sebagai penyedia makanan yang kompetitif dalam perkonomian China. 

Di beberapa desa di Gansu, orang-orang muslim bahkan memiliki pengaruh budaya dan agama yang lebih kuat daripada pemerintah daerah. Mereka memanfaatkan uang dari sektor bisnis halal yang mereka jajaki. Keuntungan yang mereka dapat, digunakan untuk membangun masjid, serta mendorong studi Al-Quran di sekolah-sekolah. (Vina)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here