Cerita Dai Parmusi di Wamena, Rumahnya Nyaris Dibakar Karena Gencar Berdakwah

1974
Mengenakan rompi Parmusi, Ustadz Hamka beserta beberapa warga bersiap memberikan bantuan bagi korban di Wamena, Papua.

Kepada Muslim Obsession, pria kelahiran 15 Mei 1988 ini mengungkapkan, memperjuangkan Islam agar bisa lebih besar berkembang di Bumi Cendrawasih memang tidak mudah. Sebab, agama ini menjadi kelompok minoritas.

Ia mengaku kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari kelompok luar, dimana ruang dakwahnya dibatasi dengan beragam aksi penolakan. Bahkan sempat rumah dan mushalla tempat ia beraktivitas nyaris dibakar massa. Mereka khawatir pengaruh ajaran Islam semakin besar di Wamena.

Kejadian itu sangat menegangkan. Namun ia bersyukur karena kejadian itu tidak sampai terjadi karena aparat keamanan bertindak cepat melakukan penjagaan.

“Kejadian itu bermula saat saat saya mau mencalonkan diri sebagai caleg DPRD Kabupaten di Wamena pada Februari 2019. Namun ada kelompok tidak senang jika ada perwakilan Muslim bisa jadi anggota dewan. Mereka khawatir pengaruhnya di masyarakat semakin besar. Akhirnya mereka sebar undangan di 10 kecamatan untuk membakar rumah dan mushalla saya. Tapi alhamdulillah itu tidak sampai dilakukan karena rumah dijaga aparat,” tutur Ustadz Hamka, Kamis (2/10).

Ustadz Hamka mengungkapkan, pagi setelah shalat subuh ia bersama keluarga panik dan kaget tak kala mendapat informasi rumahnya akan dibakar oleh massa dari kalangan non Muslim. Takut hal itu terjadi, ia sempat minta bantuan warga sekitar dari kalangan Muslim untuk membantu memberikan pengamanan. Namun rupanya mereka juga takut karena massa di sana dikabarkan jauh lebih besar. Bingung dengan keadaan yang begitu mendesak, tiba-tiba dia teringat dengan janji Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyatakan Polri siap bersinergi bersama Parmusi dalam berdakwah.

“Pagi itu tiba-tiba saya teringat pesen Kapolri Jenderal Tito waktu acara penutupan Jambore Dai Parmusi. Jenderal Tito pernah bilang Polri siap mengawal kader-kader Parmusi dalam berdakwah di desa-desa. Dari situ saya berpikir mungkin dia bisa bantu saya,” terangnya.

Namun kebingungan itu mulai muncul lagi bagaimana bisa menghubungi Tito, sedangkan dia sendiri tidak kenal dan tidak punya jaringan ke sana. Bersyukur dia masih menyimpan nomor Ketua Umum PP Parmusi H. Usamah Hisyam, dia berpikir mungkin dari tangan Usamah dia bisa membantu. Akhirnya Ustadz Hamka memberanikan diri menghubungi Usamah dan menceritakan kondisi keluarganya yang takut rumahnya akan dibakar massa. Mendengar informasi itu, Usamah langung menghubungi Kapolri dan meminta aparatnya di Wamena bergerak mengamankan rumah Ustadz Hamka.

“Begitu Pak Usamah menelpon Kapolri, pagi itu juga langsung datang aparat polisi dari Polres Wamena ke rumah saya. Perasaan saya sedikit lega, bersyukur alhamduillah akhirnya bantuan itu datang. Karena tahu rumah kami dijaga polisi dan kita melakukan mediasi secara baik-baik rumah tidak jadi dibakar, dan amarah warga bisa redam. Sekarang kita juga berdakwah sudah sedikit tenang karena polisi ikut membantu kami,” ungkapnya.

Ustadz Hamka mengaku dirinya merupakan seorang muslim asli pribumi Papua. Dia masuk Islam saat masih berusia 10 tahun. Saat itu ia sering diajak oleh kakaknya yang lebih dulu masuk Islam untuk tinggal di penampungan anak di Pondok Pesantren Al-Istiqomah di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya.

Meski kerap dilarang oleh orangtuanya yang menganut paham Kristiani, namun Ustadz Hamka kecil bergeming. Ia selalu minta ikut kakaknya untuk tinggal di pondok.

“Setiap kakak saya pulang ke rumah, saya nangis selalu minta ikut kakak tinggal di pondok. Orangtua awalnya tidak mengizinkan karena takut saya terbawa pengaruh kakak. Tapi karena saya bandel minta ikut terus, akhirnya saya dibiarkan ikut kakak, dan masuk Islam, lalu belajar ngaji di sana bareng kakak. Alhamdulilah,” Ustadz Hamka menceritakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here