Bundo Kami Hebat, Meski Tak Pakai Sari Konde

4261

Oleh: Ummi Prof. DR. Hj. Rangkayo Ghina Bahemar, Phd

Bundo-Bundo kami di Ranah Minangkabau tak memakai sari konde, mereka memakai tikuluak/kain lilik/jilbab/tilakun. Mereka perempuan-perempuan terhormat yang dididik dalam tatanan adat Minangkabau yang berfalsafah ‘Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah’ serta keelokan alam ranah Minang yang selaras dengan keelokan ajaran budi pekerti para kaum Ibu dan para Ulama.

Bundo-bundo hebat kami itu antara lain:

Siti Manggopoh

Siti Manggopoh adalah seorang wanita yang ditakuti oleh Belanda. Bisa dibilang ia adalah wanita luar biasa. Wanita yang lahir di Manggopoh, Agam pada Mei 1880 tersebut dengan berani memimpin perjuangan melawan tentara Belanda dalam perang yang disebut Perang Belasting (Pajak Uang).

Disebut Perang Belasting karena perang tersebut dipicu karena kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang menerapkan sistem Belasting (Pajak Uang) terhadap tanah-tanah rakyat. Hal itu dianggap bertentangan dengan sistem adat di Minangkabau dimana tanah adalah milik kaum.

Perang pun akhirnya pecah dan Belanda sempat meminta bantuan kepada pihak luar untuk melawan pasukan yang dipimpin Siti Manggopoh. Bahkan Siti Manggopoh dan pasukannya berhasil menewaskan 53 tentara Belanda. Sementara di pihak rakyat Manggopoh 7 orang gugur dan 7 orang lainnya ditangkap termasuk Siti Manggopoh.

Perjuangan Siti Manggopoh memang luar biasa, bahkan sewaktu perang anaknya Dalima masih dalam keadaan menyusui. Tugasnya sebagai ibu dilanjutkannya sekembalinya ia dari peperangan, bahkan Dalima sempat dibawa lari ke dalam hutan dari kejaran Belanda selama 17 hari.

Siti Manggopoh akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum selama 14 bulan kurangan penjara di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang. Selama masa kurungan tersebut ia terus membawa anaknya Dalima. Sementara itu suaminya Rasyid Bagindo Magek dibuang ke Manado.

Siti Manggopoh sendiri akhirnya dibebaskan dan meninggal di usia 85 tahun pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang. Untuk mengenang perjuangannya dibangun sebuah patung Siti Manggopoh di Simpang Gudang, Lubuak Basuang, Agam.

Tahun 2001 Siti Manggopoh sempat diusulkan oleh Pemprov dan DPRD Sumbar agar mendapat gelar pahlawan nasional karena keberaniannya melawan penjajahan Belanda kala itu. Namun, usaha tersebut belum berhasil hingga sekarang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here