Bulan Gerimis

2146

Kekhawatiran Siti akan tertinggal menghadiri acara launching buku ini ternyata kejadian. Baru saja  dia duduk di ruang auditorium lantai III itu, acara sudah mau ditutup. Sudah selesai.

“Yah, telat deh!” Siti memukul ringan bahu Nandang yang duduk di sebelahnya. “ihh.. bete, deh!”

Nandang hanya tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya yang bidang itu. Nandang tertawa, “Kok aku yang disalahin? Hehe…”

Siti tak peduli, lalu pergi meninggalkan kursi duduknya.

“Mau ke mana?” Nandang hanya berkata, namun tak berani memegang lengan tangan Siti untuk mencegah kepergiannya.

“Beli buku Bang Kef, yuk? Sekalian minta tanda tangannya,” ajak Siti.

“Kata panitia, bukunya habis.”

Mendengar itu Siti memasang wajah jutek yang tambah. Tapi, “ya sudah, untung Siti bawa buku lama Bang Kef. Di buku ini aja ya, minta tanda tangannya?” Siti meminta perhatian dari Nandang.

Nandang mengangguk pelan.

“Ayo anterin…” Siti memberenggut manja. Menarik lengan Nandang untuk bangun dari kursinya.

Nandang mengikuti saja ajakan Siti. Jauh dalam hatinya, baru kali ini dia merasakan ada orang yang benar-benar cepat akrab. Siti yang selalu ceria, membuat hidupnya juga jadi ikut ceria. Padahal selama ini, dia hanya berakrab-ria dengan Siti lewat jejaring sosial facebook saja.

“Kata-kata apa yang ditulis Bang Kef di bukumu?” tanya Nandang setelah Siti berhasil meminta tanda tangan Kurnia Effendi.

“Senengnya… Kata Bang Kef, terus menulis! Jangan berhenti menulis!” Siti membuka buku Burung Kolibri Merah Dadu bersampul biru yang dibawanya itu. Senyumnya mengembang lagi.

Nandang tahu, gadis yang ada didekatnya ini mempunyai mimpi besar ingin menjadi seorang penulis. “Tapi sayang buku terbarunya nggak kebagian…” wajah Siti seketika berubah mendung.

Hahaha… Nandang ingin tertawa ketika melihat raut muka Siti yang bisa dengan seketika berubah. Namun Nandang menyembunyikan tawanya dalam hati.

“Berapa hari tinggal di Serang?” tanya Siti mengganti tema pembicaraan.

“Satu bulan, Ti…” Nandang menuntun Siti ke kantin di samping gedung. Tapi tiba-tiba Siti menolak dengan halus.

“Mau ke mana? Pulang aja. Siti ditunggu Mama. Kata Mama nggak boleh lama-lama.” Wajah Siti menyiratkan permintaan maaf.

“Ok. Langsung pulang nih?” Nandang meyakinkan.

Siti mengagguk.

Ada ketakutan memang di hati Nandang, lantaran pertemuan ini akan segera berakhir, seperti gerimis yang tiba-tiba ikut reda di sore ini.

Nandang mengantar Siti pulang. Tetapi sampai di gerbang depan gapura KSB, Siti meminta diturunkan di sana. Kenapa nggak langsung sampai depan rumah? Batin Nandang.

“Di sini aja, nggak papa.” Siti meyakinkan.

“Oh ya, ada sesuatu buat kamu,” Nandang berhasil menghentikan langkah Siti sebentar. Siti berbalik. Apa lagi? gumamnya. Senyumnya mengembang lagi.

“Buat kamu.” Nandang memberikan buku kumpulan cerpen Tigaribu Kaki di Atas Bandung.

“Iiihhh.. curang! Ternyata udah punya bukunya!” Siti membolak-balik buku itu dengan mata berbinar. Membuka lembar halaman pertama.

Ahhaaa! Ternyata sudah ada tanda tangan Bang Kef. Juga ada tulisan tangan dari Bang Kef ‘untuk Siti’ di lembar pertama buku. Buku itu memang sudah Nandang pesan dari salah seorang temannya.

Siti bukan main luas senangnya. Namun luas rasa senang itu disampaikan lewat sebaris senyum saja. Sesingkat mungkin. Dan pertemuan itu harus segera diakhiri. “Makasih. Sory Siti duluan ya…”

Nandang mengerti sangat.

***

Nandang senyam-senyum sendiri mengikuti status facebook yang ditulis Siti. Status yang selalu bicara tentang buah durian. Lagi makan durian. Lagi beli durian atau sedang pesta durian dengan Mama dan keluarganya. Nandang iseng saja ikut berkomentar. Mau juga dibagi durian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here