Bola Tanpa Pemain (Qadla dan Qadar)

1508

Allah sedang “demo”. Minimal dengan tiga orasi. Pertama, “Apa yang kamu hindari dan tak kau sukai, mungkin malah itu yang baik bagimu. Dan sesuatu yang kau inginkan karena kau sukai, bisa jadi itu buruk bagimu “. Kedua, “Allah memberi rezeki melalui cara dan jalan yang kau tak bisa perhitungkan”. Mungkin kesulitan memasukkan gol sampai senja meremang ini adalah rizki, yang besok atau lusa baru kami ketahui maknanya.

Dan ketiga, “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. “Barang siapa menolak ketetapan-Ku, silahkan mencari bumi atau tempat lain yang bukan Milik-Ku”. Nah Lu. Mampus kami.

Akhirnya Kapten Kesebelasan kami mengambil keputusan yang aneh, radikal dan anarkis. Mohon menjadi referensi dulu bahwa di tahun 1960-an bola sepak ada bagian luar dan bagian dalamnya yang harus dipompa dulu. Kemudian belalai tempat masuknya udara dilipat, dimasukkan ke dalam semacam mulut di bulatan luar. Sesudah masuk, harus ditali seperti mengikat tali sepatu. Jadi ada bagian dari bulatan bola yang menonjol, sakit kalau ditendang, dan mulut itu bagian terlemah dari tekanan.

Kapten menyuruh saya mengoper bola “tlèsèr” atau datar merambat di tanah, tapi diarahkan ke salah satu pemain lawan. Kapten mengambil posisi mengejar bola itu berlawanan arah dengan pemain lawan. Mereka berdua berlari kencang menuju bola, kemudian Kapten menendang bola itu sangat keras ke arah kaki lawan.

Benturan frontal terjadi, sedemikian rupa sehingga muncul bunyi letusan keras, seperti petasan ukuran besar atau bom ukuran kecil. Bersamaan dengan itu karet bagian dalam melesat keluar mulut kulit luar, menjadi lembungan besar seperti balon raksasa. Sesaat kemudian balon itu meletus dan karetnya menjadi sobekan-sobekan.

Tidak seperti lagu “Meletus balon hijau dor!”. Yang meletus dari bola itu, sebagaimana lazimnya balon: ia berwarna merah.

Permainan berhenti. Skor 0-0. Semua tegang, Kapten kami senyum-senyum. Mohon jangan bayangkan ini pertandingan antar klub profesional di stadion, di mana bola-bola tersedia dalam jumlah banyak. Sepakbola Tarkam 1960-an punya satu bola saja sudah sebuah sukses. Begitu bola meletus, selesailah permainan.

Indonesia Raya ini punya berapa “bola”? Siapa saja yang berkuasa atas Indonesia, baik para “pemain dengan bola” maupun mereka para “pemain tanpa bola” – sudah mantapkah kalian bahwa tidak ada “bola tanpa pemain” di sekitar kalian? Benarkah tidak ada Qadla dan Qadar di balik salah satu Sila dari Pancasila? Coba kita lihat bersama mulai awal 2018 sebentar lagi.

Perth, 22 September 2017

1
2
3
BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here