Bisikan Nurani

740

Oleh: Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation)

Para ahli hikmah mengatakan, ada tiga hal yang manusia tak akan mampu dustai atau ingkari. Manusia boleh berpura-pura mengingkarinya. Tapi sesungguhnya ketiganya adalah realita di depan mata yang tak terbantahkan.

Ketiga realita terbesar itu adalah eksistensi Tuhan (Pencipta), bisikan nurani, dan pastinya kematian.

Pertama, eksistensi Tuhan adalah salah satu, bahkan realita terbesar kehidupan yang tak akan pernah terdustakan. Kemana mata memandang, telingan mendengar, sensitifitas merasakan semua yang ada di sekeliling kita merupakan penggambaran eksistensi itu.

Segala yang menjadi bagian dark alam semesta, mata hari, bintang-bintang, bulan, pepohonan, lautan dengan segala ragam isinya, semuanya menunjukkan eksistensi itu.

Bahkan wujud diri kita sendiri manusia menjadi bukti terbesar eksistensi Tuhan itu. ”dan pada diri kamu sendiri (adalah tanda kebesaran Tuhan). Tidakkah kamu melihat”. Itu penegasan Al-Quran.

Maka mengingkari eksistensi Tuhan adalah salah satu kepura-puraan yang nyata. Iblis saja, tuan dari segala syetan, mengakui eksistensi Tuhan. Hanya saja Iblis menolak untuk taat kepadaNya.

Maka manusia yang punya fitrah tidak mungkin akan bisa menolak eksistensinya. Yang bisa dan mungkin dilakukan manusia adalah mengikut jejak Iblis menolak taat kepada Tuhannya.

Kedua, kematian adalah sebuah realita hidup yang pasti. Karenanya semua manusia meyakini jika hidupnya akan berakhir pada masa dan tempat yang ditentukan oleh Pencipta kematian dan kehidupan (Allah SWT).

Karenanya Al-Quran menyebutkan kematian, salah satunya dengan kata ”al-yakin” atau (kepastian). Sekali lagi bahkan penghulu dari semua syetan juga yakin akan mati. Itulah sebabnya dia meminta agar kematiannya dilambatkan. Bahkan hingga hari akhirat nanti.

Manusia tidak pernah tidak yakin akan mati. Yang terjadi pada manusia adalah penyakit Iblis yang juga ingin hidup hingga akhir zaman. Sehingga kerap lupa jika sesungguhnya kematian sedang mengintainya.

Atau dalam bahasa Al-Quran, manusia tidak mengingkari kematiannya. Tapi dunia menjadikannya lalai. Kata lalai ini identik dengan salah satu nama dunia sebagai ”sahwun” (melalaikan).

Manusia yang lalai kematian ini disebut sebagai ”ghaafiluun” (orange-orang yang lalai). Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran: ”dan dengan hari akhirat mereka menjadi orang-orang yang lalai”. (Ar-Ruum).

Manusia yang seperti itu diistilahkan kurang bijak. Sebaliknya mereka yang selalu introspeksi tentang hidupnya, sadar kematian dan beramal demi hidup setelah kematian itu. Mereka itulah yang disebut ”al-qayyis” atau bijak dan berakal.

Ketiga, kata hati atau bisikan nurani adalah realita kebenaran yang tak pernah padam dalam diri manusia. Siapapun bisa dibohongi. Polisi, teman, atasan, Hakim, hingga ke pasangan bisa dibohongi. Tapi hati tak akan pernah terbohongi.

Inilah salah satu makna ketika Al-Quran menyebut pelaku ”zholim” sebagai ”menzholimi diri sendiri”. Karena sesungguhnya kezholiman itu menyakiti pertama kali hatinya sendiri.

Atau ketika berbuat dosa diistilahkan ”menzholimi diri”. Karena dosa-dosa itu ditentang pertama kali oleh nurani pelakunya sendiri. Sehingga melakukannya adalah bentuk agresi yang nyata kepada hati nurani sendiri.

Karena itu dalam hidup ini kita melihat menusia semakin pintar dan lihai untuk melakukan makar, atau mengelabui siapa saja di sekitarnya. Ketidak jujuran semakin menjadi sesuatu yang seolah normal dalam hidup manusia.

Di berbagai belahan dunia, sebagian manusia demi kerakusan hidup menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Tidak lagi peduli dengan manusia karena manusia mudah dikelabui.

Tidak juga peduli dengan hukum karena hukum dapat ditafsirkan sesuai kemauannya. Dan tidak lagi takut kepada penegak hukum. Karena mereka telah berada dalam genggamannya.

Tapi apapun dan bagaimanapun, pada akhirnya perlakuan mereka itu akan merugikan dan menyakitkan diri mereka sendiri sebelum orange lain.

Karena sekali lagi hati dan nurani manusia tak akan pernah didustakan. Maka mendustai, mencurangi, dan mengangkangi kebenaran dan kejujuran akan menikam hati nurani. Pelakunya akan menderita, merana dan tersiksa di balik kesuksesan semu itu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here