Masa Depan Rohingya

1964

Oleh: Denny JA (Pengamat Sosial LSI)

Burung kembali ke sarangnya

Kucing pulang ke kandangnya

Tapi aku pulang kemana?

Tiada kampung halaman.

Puisi ini ditulis seorang penyair anonim mengenai mereka yang tak kunjung punya negara. Mereka hadir dan hidup namun tertolak menjadi warga negara manapun.

Unicef, lembaga di bawah PBB, membuat sentuhan yang kuat soal itu. Ujar Unicef, tanpa punya negara, seorang individu tak punya pula hak legal untuk bekerja, hak legal untuk sekolah, hak legal untuk dilindungi hukum, hak legal untuk hidup sebagai manusia. Tanpa memiliki negara, di era kini, manusia tumbuh tak manusiawi.

Ini datanya. Sekitar 10 juta manusia di seluruh dunia tak punya negara atau ditolak menjadi warga sebuah negara. Sekitar 10-15 persen dari 10 juta itu hidup bersama di sebuah wilayah dan kini kita kenal sebagai Rohingya. Mereka acapkali menjadi korban kekerasan massal, dan tak punya pemerintahan untuk melindungi.

Mencari solusi permanen untuk Rohingya menjawab pertanyaan ini: sebaiknya Rohingya menjadi warga dari negara mana? Tanpa menjadi warga sebuah negara, Rohingya selamanya menjadi layang layang yang putus.

Pilihannya ada tiga: menjadi warga negara Myanmar, warga negara Banglades, atau membuat negara sendiri. Yang mana yang paling mungkin? Jika kekuatan internasional turun tangan membantu, pilihan mana harus diarahkan bagi solusi warga Rohingya?

Baca juga: 

1
2
3
4
5
BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here