Berprasangka Buruk Terhadap Muslim

766

Oleh: Drs H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Prasangka menurut kamus Bahasa Indonesia adalah pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri.

Contoh, sebenarnya semuanya itu hanya berdasarkan prasangka, bukan kebenaran. Berarti Prasangka itu bersifat dugaan, dugaan yg terlintas di hati seseorang.

Prasangka ini akan muncul sesuai dengan baik atau buruknya tabiat seseorang.

Orang yang jujur, Biasanya dia akan berprasangka Bahwa orang lain itu jujur.

Begitupun dengan orang yang sering dusta akan menyangka orang lain itu adalah pendusta. Orang yang punya sifat sombong, maka ia akan menyangka orang lain itu sombong pula seperti dirinya.

Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ مِرَآةُ أَخِيْهِ، إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْباً أَصْلَحَهُ

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, maka dia memperbaikinya.”

Pada hadits lainnya, dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

المؤمن مرآة أخيه، والمؤمن أخو المؤمن؛ يكف عليه ضيعته، ويحوطه من ورائه

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Dia tidak merusak harta miliknya dan menjaga kepentingannya.”

(Hasan) Ash Shahihah (6/923): [Imam Abu Dawud Sulaeman Ra: 40-Kitab Al Adab, 49-Bab Fin Nashihah].

Jadi orang muslim itu cermin bagi saudaranya, jika ia menyangka saudaranya yang muslim sombong, maka sebenarnya sifat sombong itu ada pada dirinya sendiri.

Oleh karena itu setiap muslim mesti berprasangka baik kepada saudaranya, dengan cara memperbaiki tabiatnya yang buruk menjadi baik, hingga memandang mereka dengan prasangkaan yang baik atau husnuzhon.

Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS. Al-Hujurat ayat 12 memerintahkan orang beriman untuk menjauhi prasangka buruk.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan Prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, melalui ayat 12 di atas Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk. Yakni mencurigai orang lain dengan tuduhan buruk yang tidak berdasar.

Karena sebagian dugaan itu adalah murni dosa, maka ia harus dijauhi sebagai tindakan preventif dan bila prasangka itu berubah menjadi pendapat umum serta dibenarkan secara umum, maka inilah SEBURUK-BURUKNYA DUSTA.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Janganlah kamu berprasangka buruk karena prasangka buruk itu berita yang paling dusta,” (HR. Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari radhiyallahu ‘anhu dan Imam Abul Husain Muslim radhiyallahu ‘anhu).

Jadi, prasangka baik itu adalah kebaikan yang Allah turunkan kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua sifat, yang tak ada kebaikan yang melampaui kedua kebaikan ini; prasangka baik kepada Allah dan makhluk-Nya.” (Ihya Ulumuddin lil Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghozali Ra)

Dengan demikian maka hendaknya kita berprasangka baik kepada setiap muslim karena hal itu mendatangkan pahala walaupun ternyata salah prasangkaannya.

Sedangkan prasangka buruk, bisa mendatangkan dosa walaupun prasangkaannya ternyata benar pada akhirnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here