Berkaca dari Jose Mujica, Presiden Termiskin di Dunia

5363

Montevideo, Muslim Obsession – Pemimpin negara yang memiliki gaya hidup sederhana boleh jadi bisa dihitung dengan jari. Umumnya, para pemimpin memiliki gaya hidup yang mewah.

Nah, dari sekian pemimpin yang sedikit itu, satu di antaranya adalah mantan Presiden Uruguay, Jose Mujica. Sebagai salah seorang pemimpin negara, ia diketahui memilih hidup sangat sederhana. Bayangkan, Jose hanya mengambil sebagian kecil dari gaji yang ia dapatkan.

Perlu diketahui, gaji yang didapatkan Jose saat menjabat sebagai Presiden Uruguay perbulannya adalah US$ 12 ribu atau sekitar Rp.116 juta. Tapi, ia hanya mengambil US$ 800 atau Rp7,7 juta saja. Selebihnya ia sumbangkan kepada warga miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Pun demikian dengan gaya hidupnya yang jauh dari kesan ‘wah’ laiknya seorang presiden. Maka tak heran jia ia dijuluki ‘Presiden Termiskin di Dunia’ oleh masyarakat dunia. Gaya hidupnya yang ‘berbeda’ itu pun sontak menjadi sorotan dan perhatian dunia.

Jose Alberto Mujica Cordano, demikian nama lengkapnya. Menjadi Presiden Uruguay sejak tahun 2010 sampai 2015. Selama itu pula ia menolak tinggal di rumah dinasnya yang berada Montevideo, ibu kota Uruguay.

Jose lebih memilih tinggal di sebuah perkampungan pertanian (Farmhouse) yang jauh dari kota. Rumah ini bisa dibilang sangat sederhana. Cucian tampak tergantung di luar rumahnya dengan sumur di halaman rumahnya yang ditumbuhi rumput liar. Dari sumur itu sumber air rumah tangga Mujica terpenuhi.

Jangan pula dibayangkan ada sekompi Paspampres berjaga ketat. Rumah Mujica hanya dijaga 2 orang polisi serta beberapa anjing milik Mujica, salah satunya Manuela yang berkaki tiga. Jangan bayangkan pula ada kepala pelayan atau kepala rumah tangga yang bisa melayani dan memasak apa saja seperti laiknya rumah kepala negara.

Konon, Mujica dan istrinya bekerja sendiri memenuhi kebutuhan mereka. Termasuk menggarap tanah pertanian mereka dengan bercocok tanam bunga Krisan untuk dijual. Maklum, profesi asli Mujica adalah petani.

Pada tahun 2010, saat menjadi presiden, Mujica wajib melaporkan harta kekayaannya, semacam Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) di Indonesia. Ternyata, diketahui kekayaannya berjumlah US$ 1.800 atau Rp.17,4 juta, itu pun ‘hanya’ nilai dari mobil VW Kodok lawas tahun 1987 miliknya.

Tahun 2012, Mujica menambahkan aset-aset milik istrinya, Lucia Topolansky, yang juga mantan gerilyawati yang sekarang menjadi Senator. Penambahan aset itu berupa tanah, traktor dan rumah hingga kekayaannya menjadi US$ 215 ribu atau Rp.208 juta.

Kekayaan ini hanya dua per tiga dari kekayaan wakilnya, Danilo Astori, dan sepertiga kekayaan presiden sebelumnya Tabare Vasquez.

“Saya mungkin terlihat sebagai manusia tua yang eksentrik. Namun ini adalah pilihan bebas. Saya telah hidup seperti ini di sebagian besar hidup saya. Saya bisa hidup dengan baik dengan apa yang sudah saya punya,” kata Mujica.

Saat menjadi gerilyawan, Mujica memang akrab dengan lingkungan yang keras. Tertembak 6 kali dan dipenjara selama 14 tahun. Sebagai tahanan politik, dia kemudian dibebaskan pada 1985. Tempaan hidup yang keras ini membentuk pandangan dan cara hidupnya.

“Saya dijuluki ‘presiden termiskin’, tapi saya tidak merasa miskin. Orang miskin itu adalah mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi gaya hidup yang mahal, dan selalu ingin lebih dan lebih. Ini hanyalah masalah kebebasan, jika Anda tak memiliki banyak keinginan, Anda tak perlu bekerja seumur hidup seperti budak untuk memenuhinya. Dan dengan begitu Anda memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri,” tutur Mujica.

Sekali lagi Mujica menegaskan bahwa gaya hidup seperti ini adalah pilihan hidupnya. “Ini adalah suatu pilihan bebas,” tutur pria kelahiran 20 Mei 1935 ini.

Menjadi presiden termiskin di dunia mungkin menjadi satu bentuk “penghargaan” tersendiri. Ya, dihargai karena memiliki kesan kesederhanaan, dekat dengan rakyat, dan lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Namun, “tren” ini sepertinya akan sulit dilakukan oleh kepala negara lainnya. Sebab, prestise dan “kehormatan diri” menjadi hal terpenting dalam pergaulan internasional. (Iqbal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here