Bencana Alam: Adzab atau Ujian Allah?

5838
Tsunami di Selat Sunda
Tsunami di Selat Sunda (Foto: Istimewa)

Oleh: Ustadz Syamsuri Halim (Pimpinan Majelis Dzikir Ibnu Halim)

Setiap ada musibah, selalu saja ada yang mengaitkannya dengan adzab Allah. Kalau itu semata hanya untuk introspeksi diri, tentu boleh-boleh saja. Tapi celakanya narasi itu justru dipolitisir untuk menyerang pemerintah. Seolah bencana alam itu bukti pemerintah kita ini thogut; seolah pemerintah zalim terhadap umat Islam, bahkan menganggap korban sebagai pelaku maksiat.

Mari kita lihat fakta sejarah tentang bencana dan musibah di masa Khilafah, agar kita lebih bijak menyikapi fenomena alam.

Pada masa Khalifah Al-Mu’tadhid ada musibah bencana alam. Terjadi gempa bumi dengan korban 150 puluh ribu penduduk. Imam Suyuthi juga menceritakan bahwa terjadi banjir besar sehingga air bersih susah didapat. Banyak yang kelaparan dan karena darurat terpaksa memakan bangkai binatang.

Gempa bumi, angin puyuh, petir menyambar dan hujan batu es serta longsor adalah berbagai bencana alam yang dialami umat pada masa Khalifah Al-Mutawakkil seperti dicatat oleh Imam Suyuthi dan Imam Thabari dengan detil. Puluhan ribu orang wafat dan berhari-hari tidak bisa keluar rumah.

Pada masa Khalifah An-Nashir Lidinillah, tahun 596 H, Imam Suyuthi mencatat peristiwa yang tragis di Mesir, yaitu keringnya Sungai Nil. Akibatnya terjadi kelaparan yang sangat dahsyat dimana para penduduk Mesir sampai memakan bangkai binatang dan bangkai manusia.

Bahkan lebih tragis lagi dikabarkan orang Mesir benar-benar dalam kondisi terburuk hingga mereka membongkar kuburan dan memakai bangkai untuk bertahan hidup. Menurut Adz-Dzahabi, sebagaimana dikutip oleh Imam Suyuthi, kondisi memilukan ini berlangsung dua tahun hingga tahun 598 H.

Jadi peristiwa bencana alam dan musibah itu juga terjadi pada masa khilafah. Jangan dianggap seolah apa yang terjadi di NKRI ini semata sebagai adzab dari Allah.

Bahayanya menganggap bencana alam sebagai adzab adalah kita tidak bersiap untuk meminimalisir dampaknya. Karena dianggap adzab maka semakin banyak korban akan semakin “baik”. Menunjukkan betapa powerful-nya murka Tuhan. Para korban juga dianggap orang yang terkena adzab.

Ini jahatttt, Masbro! Aduh bagaimana jika ada saudara kita yang kena musibah….wah sakit banget ya dengarnya…

Bencana alam harus diantisipasi, penduduk diberi edukasi apa yang harus dilakukan agar tidak banyak korban yang jatuh. Proses rekonstruksi dan rehabilitasi juga harus dimulai. Kalau itu dianggap adzab, kita malah akan membiarkan banyak korban dan diam-diam nyukurin mereka. Kita merasa lebih ‘alim dan suci dari mereka. Ini jebakan setan!

Maka berhentilah nyomot ayat sembarangan hanya untuk memuaskan nafsumu untuk melihat datangnya adzab Allah. Padahal ampunan Allah lebih besar dari murkaNya. Pasti ada hikmah di balik musibah. Jangan kau anggap adzab, lantas otakmu berhenti berpikir untuk mengantisipasi bencana alam.

Musibah itu untuk introspeksi kita, bukan untuk menuding orang lain. Jangan sampai orang lain kena musibah kau bilang itu adzab, tapi ketika kau dan saudaramu yang kena, kau bilang itu ujian. Double standard tauuuu.

Namun yang paling parah itu mereka yang memanfaatkan musibah dan bencana alam yang menimpa saudara-saudara kita untuk kepentingan pilpres semata. Bencana pun kau politisir. Aduh kacau banget ya…

Wallahu A’lam bish Shawab.

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke Iwan Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here