Belajar kepada Hamka

1217

Politik Hikmah

Hamka mengajarkan politik nilai. Politik ditegakkan atas iman, akal budi, dan akhlak mulia. Dengan politik nilai maka urusan politik tidaklah tercela, bahkan menjadi jalan mulia untuk membangun peradaban bersama. Politik, tulis Hamka dalam Falsafah Hidup, tidak mengurus kepentingan diri, tetapi mengutamakan kepentingan bersama. Dalam berbangsa, politik Indonesia juga memerlukan filosofi keindonesiaan, sehingga menimbulkan kegembiraan, kemuliaan, dan kemajuan. Inilah politik mengikuti teladan Rasulullah, tutur Hamka, bukan politik ala Machiavelli.

Budayawan penulis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wich itu memberi petuah kepada para politisi agar kembali ke pangkalan semula sebagai manusia. Dia menulis, “Kita ini manusia belaka. Manusia duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tidak perlu memperebutkan rezeki, membuncitkan perut suatu bangsa dengan merugikan bangsa yang lain, karena kalau pandai membaginya, persediaan pangan buat hidup masih cukup tersedia dalam perut bumi. Teori Darwin yang mengatakan bahwa beratus-ratus ribu tahun yang telah lalu berjenis-jenis binatang penghuni dunia telah musnah karena perebutan hidup, peraduan tenaga, sehingga yang lemah jatuh tersungkur dan yang kuat berhak terus hidup. Tidak perlu diteruskan oleh umat manusia.”

Hamka menekankan pentingnya saling berbagi dalam hidup yang berada dalam satu planet ini dan jangan rakus. Padahal politik sering disebutkan sebagai seni memperebutkan kepentingan. Perebutan kepentingan itu jangan dibiarkan mengikuti logika Darwin maupun Machiavelli, tetapi niscaya dibingkai moral atau ruhani sebagai sesama anak manusia yang hidup saling berbangsa-bangsa namun satu jiwa untuk hidup bersama seperti diaharkan Allah dalam Alquran Surat  Al-Hujarat 13. Perebutan kepentingan dalam politik jangan seperti srigala yang saling memangsa.

Selanjutnya Hamka dalam Ensiklopedia Buya Hamka (2019) memberi pesan moral kepada para aktivis dan pemimpin politik serta segenap anak bangsa. “Setiap orang diberikan kebebasan mendirikan partai politik, sehingga tiap-tiap orang yang bercita-cita nerasa patut memasuki salah satu partai politik atau mendirikannya. Setelah ditimbanginya, lalu dipertahankannya asas partai itu. Tetapi dalam praktik, banyak partai kerap kali menimbulkan banyak persengketaan. Kadang-kadang penumpahan darah. Orang berbuat bermacam-macam perbuatan kejam atas nama partai. Partai harus mempunyai disiplin.” tulis Hamka.

Hamka tidak hanya menulis, tetapi menjalankan ajaran kemuliaan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Itulah politik hikmah, yang mengajarkan dan mempraktikkan sifat-sifat mulia. Ketika di negeri ini masih dijumpai pola pikir, ujaran, dan tindakan para elite dan warga bangsa yang kerdil serta membawa aura marah dan dendam dalam berpolitik. Tatkala politik semata mengejar tahta, bila perlu dengan menghalalkan segala cara seperti fitnah dan segala produksi dusta.

Manakala kontestasi politik disertai luapan marah, kebencian, hoax, dan permusuhan sesama anak bangsa. Bahkan, bilamana sejumlah pihak saling menebar ancaman dan menabur suasana kegentingan yang menjadikan kontestasi politik lima tahunan beraroma perang Baratayudha. Sungguh bijaksana kita belajar politik hikmah kepada Hamka, berpolitik adiluhung tanpa amarah dan dendam membara.

Pesan moral dan sikap politik Buya Hamka yang berfondasikan falsafah nilai utama dapat menjadi rujukan berharga bagi elite dan warga bangsa. Lebih utama bagi tokoh dan jamaah umat yang membawa atas nama politik Islam. Hampir satu tahun bangsa Indonesia terlibat dalam hiruk pikuk dan pembelahan politik 2019 yang membara. Satu sama lain saling berhadapan dengan tingkat ketegangan tinggi layaknya pertandingan El Clasico antara Real Madrid versus Barcelona.

Kontestasi bukan sekadar bertanding biasa tetapi membawa pertarungan ideologi politik yang keras di Kuru Setra. Jika setiap pihak tak pandai berpolitik santun dan berkeadaban mulia, sembari mencegah kobaran bara politik yang merah menyala dan saling menista, tentu rakyat dan negeri tercinta pula yang akan menuai derita. Maka, dunia politik dan para elite bangsa perlu belajar hikmah dan perangai mulia kepada Buya Hamka!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here