Angka Perokok Aktif pada Kalangan Remaja di Indonesia Terus Meningkat

489
Stop Rokok (Foto: Standard.co.uk)

Muslim Obsession – Efek domino pandemi covid-19 yang juga menyerang sektor ekonomi, pada nyatanya tidak menyurutkan angka perokok aktif di Indonesia. Bahkan jumlah perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan, bukan hanya di kalangan dewasa, tapi juga remaja.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa terdapat peningkatan prevalensi merokok penduduk umur 10 Tahun dari 28,8% pada tahun 2013 menjadi 29,3% pada tahun 2018.

Kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, karena juga terjadi pada kalangan anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10 hingga 18 Tahun yakni sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,2%) ke tahun 2018 (9,1%).

Menanggapi kenyataan tersebut, Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Unimma Retno Rusdjijati, kembali menggugah kesadaran Pemerintah Daerah (Pemda) terkait dengan pentingnya regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KRT), sekaligus sebagai amanah Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Pasal 115.

Tuntutan yang sama tercantum pada Pasal 49 PP Nomor 109 Tahun 2012. Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif, berupa produk tembakau bagi kesehatan. Karena itu pemerintah berkewajiban mewujudkan KTR.

Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah adanya Perda KTR sebagai indikator beberapa penghargaan level nasional, seperti penghargaan Kota Layak Anak (KLA). Di mana pedoman penilaian KLA menuntut fasilitas kesehatan, pendidikan dan ibadah setidaknya 90 persen merupakan KTR. Sedangkan fasilitas umum 50 persen, dan tanpa promosi dari industri rokok.

“Sampai dengan saat ini, belum satupun kota/kabupaten di Indonesia yang berhasil memenuhi 24 indikator pencapaian KLA itu,” ungkapnya dalam acara focus group discussion (FGD) virtual yang diselenggarakan MTCC Unimma, dikutip dari situs resmi muhammadiyah.or.id., Sabtu (7/8/2021).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia dr M Subuh meminta seluruh elemen prihatin dengan kondisi itu. Fenomena ini membuktikan, bahwa gejolak ekonomi tidak mempengaruhi minat masyarakat merokok. Padahal rokok memiliki dampak luas, dan multiple burden.

Dalam konteks kesehatan, dampak rokok dapat memperburuk kondisi kesehatan, dan mempengaruhi angka harapan hidup pasien. Utamanya mereka yang menderita penyakit seperti Covid-19, tuberculosis (TBC), human immunodeficiency virus (HIV), malaria, stunting, dan sebagainya.

“Bahayanya, kalau ini nggak di-treatment baik, akan timbul kronisitas. Dan akhirnya adalah mortalitas,” ucapnya.

 

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here