Amplop Kiai Abdullah Salam

1526

Muslim Obsession – Memang tidak boleh menerimakan zakat dan sedekah kepada Bani Hasyim dan Bani Abdil Muththolib. Dan mereka pun diharamkan menerimanya, demi keagungan dan kehormatan keluarga Kanjeng Nabi Muhammad ﷺ.

Mbah Dullah Salam, Kyai Abdullah bin Abdussalam rahimahullah, Kajen, Pati, diyakini juga dari Bani Hasyim. Wa qiila, silsilah beliau menyambung sampai kepada Syaikh Sayyid Abdurrahman Basyaiban, Mbah Sambu, Lasem.

Bertemu dengan silsilah Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Hamid Pasuruan, Kyai Achmad Shiddiq Jember, dan Gus Dur.

Memang, catatan-catatan silsilah itu sebagian masih diperdebatkan. Tapi Mbah Dullah adalah seorang yang amat hati-hati. Lagi pula, beliau adalah Mbah Dullah Salam, lebih dari sekadar seorang kiai.

Baca juga: “Melipat Bumi”, Karomah Mbah Mangli, Waliyullah dari Magelang

Seseorang bertamu, menyerahkan amplop tebal berisi segepok uang.

“Nuwun sewu, Mbah, ini sedekah saya”.

“Untuk aku?”

“Iya”.

Mbah Dullah manggut-manggut.

“Di kampungmu sudah nggak ada orang feqir (fakir)?”

Si tamu kaget dan serta-merta kecut hati, tapi berusaha menjawab hati-hati, “Yang di kampung saya insya Allah sudah semua, Mbah. Ini saya sediakan khusus untuk Simbah…”

Baca juga: Gus Mus: Tolong Para Kiai, Ustadz, Habaib Hadirkan Lagi Akhlak Rasulullah

Sinar mata Mbah Dullah tidak berkurang tajamnya, “Jadi, aku ini kamu anggap feqir?”

Nyaris pingsan tamu itu! Lalu senyum mengembang di wajah Mbah Dullah. Membebaskan si tamu dari himpitan gunung.

“Pokoknya ini buat aku ya?” tanya Mbah Dullah.

“I… iya…,Mbah”.

Tashorruf-nya terserah aku ya?”

Tamu cuma mampu mengangguk lemah.

Baca juga: Kisah Memuliakan Tamu Ala Tuan A. Hassan

Mbah Dullah menengok ke halaman rumah. Santri-santri cilik berkeliaran dan bercengkerama. Mbah Dullah memanggil salah satunya, “Nak! Hei! Kamu! Ya! Sini kamu!”

Kepada santri itu Mbah Dullah mengulurkan amplop pemberian tamu. “Nih! Bagi-bagi dengan teman-temanmu ya!”

Santri melongo tak percaya. Tapi Mbah Dullah menggerakkan tangan memberi isyarat supaya dia lekas beranjak. Santri beringsut keluar rumah. Dan begitu lepas dari pintu, ia langsung teriak memanggili teman-temannya.

Mbah Dullah tersenyum memandangi santri-santri berkejaran di halaman, berebut bagian.

“Lihat,” kata Mbah Dullah, “duit sampean sudah bikin gembira anak-anak sebanyak itu!”

 

Sumber: ulama.nusantara, dinukil dari tulisan K.H. Yahya Cholil Staquf.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here