Ada Jurang Mendalam Antara NU dengan Masyumi?

2212

Pendapat UBN Gugur

Dengan alasan-alasan tertentu, pada 1952 NU keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik. Wajar dan manusiawi jika Masyumi kecewa, karena pada 1947 umat Islam telah bersepakat membentuk Partai Politik Islam Masyumi sebagai sartu-satunya wadah perjuangan politik umat Islam. Ketika itu Rais Akbar NU, Hadratusy Syaikh K. H. M. Hasjim Asj’ari duduk menjadi Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Partai) Masyumi didampingi oleh para Ketua Muda Ki Bagus Hadikusumo, K. H. A. Wahid Hasjim, dan Mr. Kasman Singodimedjo.

Akan tetapi kekecewaan itu tidak bertahan lama, apalagi berlarut-larut seperti disinyalir UBN. Ketika Mr. Boerhanoeddin Harahap (Masyumi) menjadi Perdana Menteri (12 Agustus 1955-24 Maret 1956), dia menunjuk K. H. M. Iljas (NU) menjadi Menteri Agama.

Dengan fakta di atas, gugurlah pendapat UBN bahwa “ada jurang yang sangat dalam antara NU dengan Masyumi”, dan “sejak saat itu ada ketegangan antara NU dengan Masyumi yang aromanya masih terasa hingga saat ini.”

UBN lupa (atau tidak tahu), di Konstituante hasil Pemilu 1955, Masyumi, NU, PSII, Perti, dan beberapa partai Islam bersatu sebagai Fraksi Islam. Di Konstituante tidak ada Fraksi Masyumi, Fraksi NU, Fraksi PSII, dan Fraksi Perti. Fraksi Islam –yang dipimpin oleh Mr. Kasman Singodimedjo (Masyumi), dan dilanjutkan oleh K. H. Masjkur (NU)– seia-sekata memperjuangkan Islam sebagai dasar negara.

Sesudah Pemilu 1955, Masyumi dan NU juga kompak duduk bersama PNI membentuk kabinet. Kabinet hasil Pemilu 1955 itu menghasilkan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (PNI) dengan dua Wakil Perdana Menteri Mr. Mohammad Roem (Masyumi) dan K. H. Idham Chalid (NU). Kabinet Ali-Roem-Idham ini bubar bukan karena Masyumi dengan NU berkelahi, tetapi karena diganggu oleh Presiden Sukarno yang ingin PKI dimasukkan ke dalam kabinet.

Di masa Demokrasi Terpimpin, para tokoh politik — termasuk Mr. Mohamad Roem, Anwar Harjono dari Masyumi dan K. H. M. Dachlan (NU), serta Imron Rosjadi (Ketua GP Anshor)- mendirikan Liga Demokrasi untuk menentang Konsepsi Presiden dan pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 serta pembentukan DPR-GR yang seluruh anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Sukarno. Patut diduga, lantaran aktivitasnya di Liga Demokrasi itulah, Imron Rosjadi dijebloskan ke penjara oleh rezim otoriter Sukarno. Bersama tokoh-tokoh Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Rosjadi baru bebas sesudah rezim Sukarno tumbang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here