Abu Bakar Ba’asyir dan 7 ‘Orang Gila’ Jombang Versi Gus Dur

1311

Sementara urutan keempat adalah Wardah Hafidz. Anak tokoh Masyumi asal Desa/Kecamatan Sumobito. Wardah dikenal sebagai emaknya kaum miskin kota di DKI Jakarta.

Ketika tukang becak digusur, Wardah tampil membela, begitu juga ketika pemulung dan PKL (Pedagang Kaki Lima) diobrak-abrik. “Orang gila” urutan keempat ini selalu pasang badan. Wardah pernah memantik kontroversi. Dia mencalonkan seorang tukang becak bernama Rasdullah untuk menjadi Gubernur DKI 2002 – 2007.

Saat mendaftar Rasdullah hanya bermodal sapu lidi. Oleh Rasdullah, sapu lidi itu akan digunakan membersihkan praktik korupsi, sebagai bentuk sindiran. Pencalonan penarik becak ini sempat ditolak panitia dengan alasan tidak mempunyai ijazah dan tidak sekolah.

Namun dia tetap bergeming dan meyakinkan bahwa sekolah informal yang dilakoninya lebih mengena. Langsung turun ke lapangan, ketemu pengemudi becak, ketemu penjual koran, serta ketemu pemulung. Dari pertemuan itulah berlangsung proses pembelajaran.

Rasdullah lolos seleksi, meski akhirnya gagal menjadi Gubernur DKI. Singkat kata, hanya Wardah yang bisa membikin Sutiyoso (Gubernur DKI Jakarta saat itu), pusing kepala.

Kelima, yang masuk daftar “orang gila” versi Gus Dur adalah Salman Hafidz. Dia merupakan kakak kandung Wardah Hafidz.

Bersama kelompoknya yang tergabung dalam Komando Jihad, Salman melakukan pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla jurusan Palembang-Medan, 28 Maret 1981. Salman dkk menuntut agar para rekannya yang ditahan usai peristiwa Cicendo dibebaskan.

Peristiwa Cicendo sendiri adalah peristiwa yang terjadi di Cicendo, Bandung, 11 Maret 1981. Saat itu sekitar pukul 00.30 WIB, kantor polisi Cicendo diserbu oleh 14 anggota Komando Jihad. Empat anggota polisi yang sedang berjaga meregang nyawa.

Kedatangan Salman dkk malam itu bertujuan membebaskan anggota jamaah yang ditangkap polisi. Dua senjata pistol kaliber 38 dicuri dari kantor polisi tersebut dan kemudian dipergunakan dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia.

Drama pembajakan itu bisa digagalkan tentara. Salman sendiri akhirnya dieksekusi pada 1985. Aksi kelompok ini kemudian dikenal sebagai teror pertama di Indonesia. Namun, setelah peristiwa itu, tersiarlah kabar bahwa kemungkinan besar ada yang mendalangi para pembajak ini.

Belakangan diketahui lima orang pembajak adalah aktivis Komando Jihad yang punya kedekatan dengan orang-orang intelijen.

Keenam adalah Asmuni, pria kelahiran Desa/Kecamatan Diwek, Jombang. Asmuni bukan pelawak dadakan. Namun tumbuh dari proses alam, dari panggung komedi kehidupan rakyat, hingga menjadi ikon Srimulat.

Semua orang pasti ingat, blangkon, kumis ala Charlie Chaplin, ungkapan menggelitik ‘hil yang mustahal’ hingga tertawa ha ha ha ha ha sebanyak lima kali. Semua itu adalah khas Asmuni. Bahkan di ujung usianya, dalam kondisi digerogoti penyakit, Asmuni masih bisa melemparkan humor-humor segarnya.

Nah, “orang gila’ yang terakhir adalah Abu Bakar Baasyir yang sudah kita bahas di depan tadi.

Bagi saya, tujuh tokoh yang disebut oleh Gus Dur itu hanyalah contoh. Karena masih banyak tokoh yang memenuhi etalase Jombang. Mereka memiliki kadar “kegilaan” yang berbeda-beda. Mereka juga muncul dari arah yang berbeda.

Ada dari kiri, kanan, tengah, kiri habis, hingga kanan habis. Bahkan ada pula yang sudah tersobek dari lembar sejarah. Semaoen pendiri PKI, seniman Cak Durasim, musisi Gombloh, sampai dengan dukun cilik Ponari.

Meski begitu, membincang Jombang rasanya tidak lengkap jika belum menyebut nama Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari (Pesantren Tebuireng), KH Wahab Chasbullah (Pesantren Tambakberas), serta KH Bisri Syansuri (Pesantren Denanyar).

Tiga nama tersebut merupakan pendiri organisasi keagamaan terbesar se-Nusantara sampai hari ini: Nahdlatul Ulama (NU). Komitmen kebangsaan para kiai NU tersebut juga tidak diragukan lagi.

Jika Indonesia ini diibaratkan rumah, maka Kabupaten Jombang adalah sebuah sudut kecil yang berada di rumah itu. Namun justru dari sudut kecil itulah selalu muncul letupan-letupan mengejutkan dan mampu membetot perhatian seisi rumah. Baik yang arahnya positif mau pun negatif.

Seperti sosok Abu Bakar Baasyir yang asli Jombang itu, baik ketika masuk penjara mau pun dibebaskan dari penjara, sama-sama bikin heboh seluruh isi rumah. Oleh karena itu, jika Jawa adalah koentji, maka Jombang adalah tukangnya. ***

(VinaDikutip dari: mojok.co)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here