Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota pada Masa Ali bin Abi Thalib

1697

“Wahai Amirul Mukminin, benarkah engkau akan memindahkan ibu kota?” tanya Abu Ayyub. Mendengar pertanyaan Abu Ayyub itu, Ali kemudian menuturkan bahwa di kota lain (Iraq) terdapat sumber daya manusia dan potensi keuangan yang lebih tinggi (Innar Rijal wal Amwal bil Iraq).

Muhammad as-Shalabi bahkan mencatat, rencana pemindahan ibu kota yang digagas Ali tersebut juga dipengaruhi oleh kualitas dan situasi kota Madinah yang semakin tidak kondusif akibat berbagai fitnah dan munculnya berbagai kelompok separatisme setelah terjadinya skandal pembunuhan terhadap Amirul Mukminin sebelum Ali, Utsman bin Affan.

“Wahai Amirul Mukminin, bertahanlah, tetap jadikan kota Madinah ini sebagai ibu kota negara. Kota ini adalah benteng dan pertahanan yang kuat, kota ini punya sejarah besar: sebagai tujuan hijrah Rasulullah SAW. Di kota inilah mimbar Rasul SAW berdiri megah. Kota ini sudah menjadi bagian (pondasi) utama Islam. Jika engkau bertahan di sini, masyarakat akan setia membelamu dan bersedia melawan kelompok-kelompok yang hendak memusuhimu,” tutur Abu Ayyub.

Bukan memaksa, Abu Ayyub justru pasrah atas sarannya tersebut, “Namun, jika engkau masih bersikeras untuk memindahkan ibu kota, kami akan ikut berangkat bersamamu dan memaklumi keputusanmu.”

Ali bin Abi Thalib pun luluh atas saran Abu Ayyub tersebut. Ali tak jadi memindahkan ibu kota pemerintahan dari kota asalnya, Madinah. Ali masih memilih Madinah menjadi ibu kota pemerintahan yang sah. Berbagai pertimbangan untuk pemindahan ibu kota yang telah digagasnya pun akhirnya dibatalkan.

Namun sayang, setelah batalnya pemindahan ibu kota tersebut, situasi kota Madinah semakin tidak bisa dikendalikan. Ali pun akhirnya menetapkan untuk memindahkan ibu kota di luar Madinah. Ia memilih Kufah sebagai ibu kota baru dengan alasan bahwa di sana ia bisa mengawasi lebih dekat pergerakan kelompok Muawiyah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here