72 Tahun Roem-Roijen

1241

PDRI Merasa Ditinggalkan
Sebagai salah satu episode dari bagian akhir revolusi kemerdekaan sebelum pelaksanaan KMB yang melahirkan penyerahan dan pengakuan Belanda dan dunia internasional secara utuh dan menyeluruh atas kedaulatan Negara RI (Serikat), Pernyataan Roem-Roijen adalah dokumen bersejarah yang sangat penting bagi kelanjutan eksistensi RI.

Kendati demikian, Pernyataan Roem-Roijen ternyata menyisakan masalah di kalangan pejuang dan pemimpin PDRI. Pemimpin PDRI sebagai pemegang kendali pemerintahan RI yang riil selama ibukota diduduki, Presiden, Wakil Presiden, dan sejumlah menteri ditawan; merasa ditinggalkan. Bagi Ketua PDRI, Sjafruddin Prawiranegara, Roem telah “menyeleweng”, yakni tatkala dia menjalankan perintah Sukarno –yang waktu itu bukan menjabat Presiden karena sedang dalam pembuangan— untuk berbicara dengan van Roijen, yang menghasilkan apa yang lazim disebut Pernyataan Roem-Roijen.

“Dia berani berbicara, seolah-olah tidak ada PDRI, padahal PDRI-lah pada waktu itu satu-satunya Pemerintah yang sah,” tulis Sjafruddin.

Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dalam keadaan sakit memimpin perang gerilya, marah dan tersinggung dengan penggunaan istilah “pengikut Republik yang bersenjata” dalam Pernyataan Roem-Roijen. Bagi Jenderal Sudirman, penggunaan istilah itu seolah-olah menganggap Angkatan Perang RI hanya sebagai gerombolan bersenjata.

Dalam sebuah radiogram kepada Sjafruddin Prawiranegara, Panglima Besar Sudirman antara lain meminta keterangan “apakah orang-orang yang masih ditahan (dalam tawanan) atau dalam pengawasan Belanda, berhak berunding, lebih-lebih menentukan sesuatu yang berhubungan dengan politik untuk menentukan status negara kita, sedangkan telah ada Pemerintah Pusat Darurat yang telah diresmikan sendiri oleh Paduka Yang Mulia Presiden ke seluruh dunia pada tanggal 19/12/1948.”

Kemarahan kedua pemimpin perjuangan itu, tentu menggelisahkan. Jenderal T.B. Simatupang setelah berbicara dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan Mohammad Natsir, dan dengan Ali Budiardjo, meskipun berpendapat terdapat persoalan-persoalan psikologis akan tetapi tidak akan ada alternatif selain menerima baik politik yang telah digariskan di Bangka. Simatupang tetap menduga-duga: apakah yang akan terjadi selanjutnya. Apakah persoalan-persoalan dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here