155 Buku Pendidikan Agama Islam Direvisi dan Diuji Publik

1409

Jakarta, Muslim Obsession – Revisi sebanyak 155 Buku Pendidikan Agama Islam (PAI) segera diuji publik. Hal ini dikatakan Menteri Agama Fachrul Razi saat menjawab pertanyaan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto usai Rapat Kerja tentang Pendahuluan Penetapan BPIH 2020M/1441H, Kamis (28/11/2019).

Fachrul Razi menjelaskan bahwa proses reviu dan revisi Buku PAI telah melalui serangkaian tahapan. Menag berharap pada tanggal pertengahan Desember nanti, sudah siap untuk uji publik, dan pada bulan Juli 2020 sudah siap dipakai, baik untuk Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, maupun Madrasah Aliyah.

Proses revisinya, menurut laporan yang diterima Menag, telah melibatkan seluruh elemen masyarakat. Proses ini pun telah dilakukan sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Agama.

“Jadi saya garis bawahi, bukan berarti saya masuk kemudian diubah. Nggak begitu. Itu sudah berlangsung lama,” kata Fachrul Razi, seperti dikutip dari Kemenag , Jumat (29/11/2019).

Buku-buku yang mengalami revisi mencakup buku mata pelajaran Al-Quran Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.

Sekretaris Jenderal M. Nur Kholis Setiawan pun menjelaskan mengapa lima mata pelajaran ini perlu mendapatkan perhatian dalam pendidikan madrasah.

“Bicara Al-Quran Hadits kita pasti belajar tentang sumber kebenaran dalam konteks keislaman. Belajar Fiqih berarti bicara tentang intelektualitas. Bagaimana Fiqih bisa men-drive peserta didik untuk diajak berpikir. Tapi tidak cukup intelektualita, tapi juga harus kita balut dengan moralitas. Karena hanya berpikir tapi tidak punya moralitas kan nggak bener,” urai Nur Kholis.

Selanjutnya menurut Nur Kholis, seeseorang penting untuk menjadi pintar dan benar. Maka kemudian ada akidah akhlaq.

“Nah ini semua kan memerlukan contoh. Contohnya dari mana? Tentunya dari Sejarah Kebudayaan Islam. Lalu mengapa harus bahasa arab? Karena semua kebanyakan ditulis dalam bahasa arab,” tutur Nur Kholis.

Menurut Sekjen, revisi buku pelajaran menjadi suatu keniscayaan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. “Misalnya, kami terinspirasi ketika Filiphina mewajibkan pelajaran Bahasa Arab sejak dia SD, SMP, SMU,” kata Sekjen.

Hasil pendidikan tersebut, lanjutnya, menghadirkan tenaga kerja-tenaga kerja yang andal berbahasa arab.

“Jadi kalau kitab belanja ke Abu Dhabi melihat ada yang berbahasa Arab, itu orang Piliphina. Di sini saya kira perlu dilakukan revisi. Itu salah satu contoh saja,” pungkasnya. (Way)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here