10 Tahun Ditutup karena Kerusuhan, Sejumlah Masjid di Myanmar Kembali Dibuka

1587
Masjid Bengali Sunni Jameh di Yangon. (Foto: wikimedia)

Yangon, Muslim Obsession – Kerusuhan antar agama yang terjadi di Magwe, Myanmar, membuat sejumlah masjid ditutup sejak 10 tahun lalu. Namun, Selasa (17/9/2019) lalu, pemerintah setempat kembali membuka masjid-masjid tersebut.

Dilaporkan The Irrawaddy, Kamis (19/9), Ketua Menteri Wilayah Magwe, Dr. Aung Moe Nyo mengatakan bahwa pemerintah kembali mengizinkan shalat di masjid-masjid yang sebelumnya ditutup karena tempat ibadah yang digunakan sementara itu kecil dan tidak nyaman.

Kerusuhan di Myanmar yang terjadi antara komunitas Buddhis dan Muslim diawali adanya kasus pemerkosaan seorang wanita desa di Kota Salin. Kekerasan menyebar di Magwe dan beberapa masjid, termasuk dua di Chauk, yang kemudian dibakar oleh perusuh.

Pemerintah daerah setempat sebelumnya telah gagal untuk membuka kedua masjid tersebut. Namun demikian, jajak pendapat untuk membuka kembali dua masjid di Chauk awal tahun ini berhasil setelah meminta persetujuan dari para biksu Budha.

Persoalan belum selesai, karena sejumlah warga masih keberatan dan meminta agar pembukaan masjid-masjid itu ditunda.

“Muslim telah lama tinggal di sini dan populasinya terus meningkat. Masjid adalah tempat untuk shalat. Jika bangunan keagamaan ditutup, pintu penjara akan terbuka. Jika Anda ingin menutup pintu penjara, ada kebutuhan untuk membuka bangunan keagamaan,” ujar Hajji U Aye Lwin, slaah seorang pemimpin muslim di Myanmar.

Selasa lalu, Jendral Min Aung Hlaing menyumbangkan uang tunai dan perbekalan ke rumah sakit Muslim, rumah Kristen untuk komunitas agama Hindu yang sudah lanjut usia, serta sebuah biara dan Rumah Sakit Sangha di Yangon.

Sumbangan tersebut merupakan sumbangan militer ketiga bagi komunitas agama non-Buddha dalam dua bulan terakhir.

Dijelaskan jurubicara militer Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, sumbangan itu ditujukan untuk membangun persatuan, membangun kohesi politik, sosial dan agama di Myanmar.

Kendati demikian, Hajji U Aye Lwin beranggapan bahwa kemungkinan ada sejumlah alasan di balik sumbangan tersebut. Sumbangan yang dilakukan pihak militer itu, sebutnya, berupaya mengubah pola pikir dan taktik yang digunakan meskipun hanya sedikit.

“Langkah ini lebih baik daripada tidak ada kunjungan (ke komunitas non-Buddha) sama sekali, dan kami harus menyambutnya dengan optimis,” kata dia. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here