Melancong ke Tanah Api (My Trip in Baku – 1)

1296
Rute Penerbangan Istanbul-Baku (Photo: Imam F/Muslim Obsession)

Ankara, Muslim Obsession – Menempuh perjalanan udara dari Jakarta-Istanbul-Baku melewati banyak negara, di antaranya India, Kuwait, Uni Emirat Arab, Irak, dan Iran. Ini yang terpanjang setelah perjalanan ibadah umrah melalui jalur Dubai-Jeddah.

Rencananya 5 hari kami di Baku, ibu kota Azerbaijan. Ditambah dua hari terbang, kami seminggu meninggalkan tanah air.

Kami? Ya, saya tak sendiri. Ada sekitar 10 jurnalis dalam rombongan ini. Di belakang antrean Check-in, Mr. Ruslan –wakil Dubes Azerbaijan untuk Indonesia– mengawal rekan-rekan. Saya tahu kehadiran Mr. Ruslan dari secretary of embassy yang menelepon saya barusan.

Saya mewakili Muslim Obsession bergabung dengan rekan-rekan wartawan lainnya dari Antara, Tempo, Detik, TVOne, The Jakarta Post, dan Kata Indonesia.

Undangan peliputan ini termasuk istimewa. Bukan datang dari Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan, Dr. KH. Husnan Bey Fananie, MA, yang sudah lama saya kenal baik. Undangan ini datang dari Mahkamah Azerbaijan yang hendak mencitrakan Negeri Tanah Api itu kepada khalayak Tanah Air.

Saat ini, sekira 30 menit lagi pesawat Turkish Airlines akan landing. Tepatnya, kami akan menjejakkan kaki di Ataturk Airport Istanbul, Turki, Negeri Muhammad Al-Fâtih yang kesohor itu. Buat saya ini yang pertama.

Senang? Ya, tentu. Meski hanya transit sekira 3,5 jam, setidaknya saya masih bisa menghirup udara di negara yang dipimpin Tayyip Erdogan ini. Negara yang menginspirasi muslim tanah air untuk menggerakkan shalat subuh berjamaah. Juga negara yang sering disebut Si Kembar Qiya-Qiva karena tersedot kharisma kejayaan Turki Utsmani.

Di Negeri Tanah Api (jadi ingat Zuko dalam Film ‘Aang the Airbender’), kami juga rencananya akan bersua rombongan Kiai Hasan Sahal, pimpinan Pondok Gontor. Pak Dubes Husnan yang merupakan keponakan beliau, akan menyertai rombongan Pak Kiai Hasan Sahal sejak dari Jakarta.

Nanti jika bertemu, ini menjadi yang kedua kalinya setelah kali pertama di kediaman beliau saat garapan buku biografi Pak Husnan, 4 tahun silam. Pertemuan yang menyenangkan, penuh canda dan bincang soal sepakbola: Messi dan Barcelona.

O, iya. Saya ingin bercerita sedikit saat tertahan di Bandara Soekarno-Hatta. Bukan hal besar, sebenarnya. Tapi, tertahan di keimigrasian sedikit membuat saya memiliki kisah unik.

Perjalanan tanpa visa adalah sebabnya. Meski sudah saya jelaskan bahwa perjalanan ini tak memerlukan visa, mereka tetap menahan saya dan melakukan sedikit ‘interogasi’. Hal biasa saja, sebenarnya. Toh, saya kan juga biasa ‘menginterogasi’ nara sumber. 😊

Check-in paling akhir di antara rombongan adalah musabab lainnya. Perjalanan Parung-bandara melalui kemacetan di Ciseeng dan Tangerang menjadi awal dari musabab itu.

But, it’s ok. Setelah saya terangkan bahwa saya berangkat dengan rombongan dengan Mr. Ruslan di dalamnya, pihak keimigrasian pun mengerti. Sempat juga dimintai kartu pers, seolah-olah saya tak punya tampang jurnalis. Dan untungnya saya hampir selalu membawa kartu ‘sakti’ itu ke manapun saya pergi.

Okay. I hope to have a nice trip.

Langit Ankara-Turki, 27 Mei 2018.

 

Baca Juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here