Fenomena Ustadz Abdul Somad

1549

Keempat, beliau menyadari realita dalam dunia perpolitikan di Indoensia saat ini. Bahwa pada semua kubu ada kelompok-kelompok Islam, bahkan ulama yang selama ini tidak diragukan kredibilitasnya. Bahkan disebutkan jika kubu-kubu yang berseberangan masing-masing melirik ulama atau tokoh umat untuk digandeng menjadi cawapresnya. Jelas hal ini akan membingungkan umat, bahkan boleh jadi memecah umat ke depan. Dan karenanya sangat “bijak” ketika beliau tidak melibatkan diri dalam memperbesar kemungkinan kebungungan dan perpecahan umat itu.

Kelima, dan inilah poin yang paling saya kagumi. Beliau sadar betul bahwa pada masing-masing individu ada kelebihan-kelebihannya. Tapi bukan berarti dia lebih dalam segala hal. Seseorang yang ahli agama, hebat dalam orasi, bahkan mampu menjadi magnet massa yang besar, belum tentu hebat dalam kepemimpinan publik (politik). Sadar diri itu adalah modal keselamatan. Banyak orang yang terjatuh ke dalam jurangnya karena tidak sadar siapa dirinya yang sesungguhnya.

Tapi yang paling mengagumkan dari semua itu adalah kenyataan bahwa di tengah-tengah, dengan memakai kata positif “perlombaan” atau memakai kata negatif “ketamakan” untuk mendapatkan kartu pancalonan itu, beliau yang jelas didukung oleh ulama atau sebagian ulama dan tokoh umat, menolak.

Tentu bukan lari dari tanggung jawab, apalagi seperti yang mulai disebut oleh sebagian sebagai lari dari “kata-kata” beliau sendiri. Maklum selama ini beliau mengadvokasi urgensi kekuasaan dalam memperjuangkan kepentingan Islam dan umat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here